Senin, 11 Maret 2013
Masuknya Islam dan Perkembanganya di Singapura
Masuknya Islam dan Perkembanganya
di Singapura
Selain
MUIS, ada pula lembaga yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan yaitu
Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Dan adapula lembaga DANAMIS
yaitu Dana Perwalian Muslim yang bergerak dalam bidang pendanaan sosial ekonomi
umat, semacam koperasi dan lembaga keuangan non-pemerintah. Lembaga berikutnya
adalah Himpunan Dakwah Islam Singapura (JAMIYAH) dan Association of Muslim
Profesionals (AMP) yang didirikan pada bulan Oktober 1991, lembaga ini
berkeinginan untuk mewujudkan masyarakat muslim Singapura yang siap bersaing
secara terhormat untuk memasuki masa depan yang lebih baik.
sumber: http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-terakhir-islam-di.html
Sampai
sekarang belum dapat ditemukan bukti-bukti yang jelas kapan pertama kalinya
islam masuk ke Singapura, tetapi berdasarkan perkiraan sezaman dengan masa
aktifnya para pedagang muslim yang sudah ada di Malaka, Islam masuk ke
Singapura pada abad ke- 8 karena pada abad tersebut para pedagang muslim ini
telah sampai ke Kanton, China, yang kemungkinan besar akan selalu singgah di
pulau-pulau yang telah berpenduduk di semenanjung tanah Melayu ini. Disamping
sebagai pedagang, para muslim ini tampaknya telah menjadi guru-guru agama serta
imam di tengah-tengah kelompok masyarakat setempat, mereka mengajarkan
Al-Qur’an dan mendirikan madrasah-madrasah sehingga orang-orang kampung senang
pada kegiatan semacam itu, dan tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya
menikah dan memperistri penduduk setempat.
Perilaku kehidupan sehari-hari keluarga
muslim melayu di Singapura adalah pencerminan yang sangat kuat dari pengaruh
guru-guru agama dan imam-imam masjid. Mereka terbiasa dalam kegiatan-kegiatan
ritual keagamaan dan sosial secara kolektif, mayoritas masyarakat Singapura
bermazhab syafi’iyah dan sebagian kecil syi’ah.
Pada
pertengahan abad ke-19, di Makkah berkembang Tarekat Naqsyabandiyah dan
berkembang juga pada akhirnya di Semenanjung Melayu, termasuk singapura dan di
Nusantara khususnya. Syekh Abdul Karim asal Banten merupakan tokoh TQN di
Singapura abad ke-19.
Di Semenanjung tanah Melayu ini, dan khususnya
Singapura, kehidupan tasyawuf sangat kental bagi mayoritas penduduknya. Dengan
demikian, secara umum karakteristik Islam Asia Tenggara, ciri yang paling
menonjol adalah kehidupan tasyawuf dangan berbagai pola tarekatnya. Bukan
berarti hal ini mereka tidak mengenal dasar-dasar Islam secara fundamental,
tapi justru pola kehidupan tasawuf yang diajarkan oleh guru-guru Agama di
surau-surau, pesantren, dan pondok-pondok sufi di Semenanjung Melayu ini,
doktrin-doktrin syariat mereka menyatukan pengajaran dan pengalamannya dengan
nilai-nilai hakikatnya. Dengan demikian, berbicara penyebaran Islam di
Semenanjung Melayu dan Nusantara, berarti membicarakan pola-pola penyebaran
tarekat sufi didalamnya.
Di Singapura tarekat
yang paling tua di kenal di daerah ini dalah Tarekat ‘Alawiyah yang berpusat di
Masjid Ba’alami, yang dulu dikembangkan oleh Muhamad bin ‘Ali Ba’alawi.
sekarang masih dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhamad bin Salim al-Attas. Tarekat
ini mengamalkan ritual “Ratib Abdul Rahma” setiap hari kamis malam jum’at
setelah shalat magrib, sebagian besar masyarakat berbondong-bondong membawa air
dibotol yang disimpan di depan mihrab masjid, untuk dilakukan doa bersama,
setelah itu mereka gunakan untuk keperluan tabaruk, seperti untuk orang sakit,
keberkahan hidup dan sebagainya.
Pada
masa-masa sekarang Tarekat Qodariyah- Naqsabandiyah (TQN) asal pondok pesantren
Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat lebih populer dikalangan masyarakat muslim di
Singapura. Tarekat ini dikembangkan oleh Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul’arifin
di Tasikmalaya, kemudian dikembangkan di daerah ini oleh Haji Ali bin Muhammad,
sebagai wakil talkinnya. Beliau sebagai putra daerah yang memiliki kapasitas
pengetahuan agama Islam yang kuat secara akademik, sebagai alumni pada Madrsah
al-Junaid di Singapura.
Kedua
kelompok masyarakat tarekat ini telah menarik minat para pemuda pemudi untuk
menjalankan pengalamannya. Sekalipun demikian ada juga beberapa jenis tarekat
yang juga dianut oleh masyarakat muslim Singapura, di antaranya Tarekat Syadziliyah,
Idrisiyah Samaniyah, Darwaqiyah, dan Rifai’yah, disamping itu ada pula jenis
tarekat asal India yakni Tarekat Nuri Syah Chesty al-Qadiriyah dan tarekat ini
banyak bercampur dengan tradisi India. Masyrakat muslim Singapura sekalipun
hidup di tengah kota metropolitan dunia, penghormatan pada makam-makam para
ulama sangat bagus. Mereka biasa menziarahi makam-makam Syekh tarekat, dan
biasa mengadakan khaul pada waktu-waktu tertentu di tempat-tempat seperti itu,
seperti makam Habib Nuh di Palmer Road, Singapura.
Posisi
strategis Singapura dalam bidang ekonomi dan posisi politik umat Islam yang
semakin terjepit telah menyebabkan pembaruan pemikiran dalam masyarakat Melayu
dan muslim Singapura. Pada awal abad XIX, muncul jurnalisme Melayu dan
aktivitas penerbitan buku-buku di Singapura. Misalnya buku-buku karangan Abdus
Samad al-Palimbani, seorang ulama terkenal dari Sumatra Selatan terbit disini,
dua karangannya Hidayah as-Salikin fi
Suluk Maslak al-Muttaqin (sebuah kitab tasawuf yang berisi penjelasan
tentang wihdatul wujud) dan Sair
as-Salikin ila ‘badah Rabb al-‘alamin (buku yang menjelaskan hubungan dan
kaitan antara tasawuf dan Syariah), keduanya ditulis dengan bahasa Melayu
aksara Jawi (Arab-Melayu).
Pada
tahun 1906, terbit majalah bulanan berbahasa Melayu Al-Imam: Majalah Pelajaran Pengetahuan Perkhabaran oleh
Syekh Muhamad Thahir Jalaluddin dkk. Majalah ini di Ilhami dan diwarnai oleh
majalah Al-Manar yang terbit di
Mesir. Penerbitan majalah ini banyak mempengaruhi pemikiran dan kemajuan
masyarakat Melayu di Nusantara, karenanya kemudian diikuti oleh banyak
penerbitan diwilayah sekitarnya.
Dalam
bidang politik, masyarakat Melayu menyadari posisinya yang minoritas, sehingga meraka mengambil garis moderat,
loyal dan partisipatif. Kebanyakan umat Islam mendukung partai People Action
Party (PAP), partai ini sejak Singapura merdeka selalu mendominasi kekuasaan di
Singapura. Sekalipun demikian, kecurigaan dan memandang rendah pada etnis
Melayu kadang-kadang juga muncul. Misalnya, pada mei 1987, Mentri Pertahanan
Singapura secara terbuka menyatakan bahwa portofolio penting pada Singapura
Armed Forces tidak mungkin diserahkan pada orang Melayu, karena mereka dianggap
kurang mahir, kurang loyal, dan kurang professional.
Dalam
bidang pendidikan, karena mutu lulusan madrasah atau sekolah Islam lainnya
dianggap tidak setingkat dengan lulusan sekolah umum pemerintah, ada keinginan
pemerintah untuk memasukan pelajaran umum dengan kuantitas dan kualitas yang
sama dengan sekolah pemerintah. Rencana ini disambut dengan reaksi tokoh-tokoh
Melayu dan muslim Singapura. Ada yang mencurigai rencana ini untuk
menghilangkan identitas, ruh, dan warna kemelayuan-keislaman mereka, sehingga
mereka kehilangan identitas dan tercabut dari akar budayanya, tetapi tidak
kurang juga ada yang dapat memahami dan akhirnya menerima rencana ini.
D. Lembaga dan Aktivitas Keagamaan
Islam di Singapura
Pembentukan
kelembagaan keagamaan pertama bermula sejak 1880, ketika dibentuk jabatan Qadi (Hakim Agama), yang didasarkan pada
Ordonansi Perkawinan Pengikut Muhammad. Selanjutnya
masalah-masalah yang muncul dikalangan
internal umat Islam atau dengan umat agama lain diurus oleh Moslems and Hindu Endowment Board, pada
tahun 1906. Anehnya sampai dengan tahun 1948 tidak seorang muslim pun bekerja
dilembaga ini. Sampai dibubarkan pada tahun 1968, dewan ini terdiri dari:
pengacara umum, tiga orang wakil umat Islam, tiga wakil umat Hindu, satu
Persia, dan bendahara umum yang juga bertugas sebagai sekretaris dewan.
Oleh
karena posisi Singapura sebagai transit pemberangkatan dan kedatangan jama’ah
Haji di seluruh Nusantara, pemerintah
Inggris kemudian mengatur dan mengambil keuntungan ekonomi dari pengaturan
perjalanan Haji sejak tahun 1889, dan pada tahun 1905 mengadakan “Ordonasi”
Pengawasan Agen Perantara Perjalanan Haji”. Kemudian pada tahun 1915, untuk
mengurus masalah sosial keagamaan masyarakat muslim Singapura, dibentuk Lembaga
Penasihat Orang-orang Islam. Lembaga ini bertugas dan berwenang megurus dan
menyelesaikan masalah perkawinan, penentuan awal puasa dan hari raya,
memberikan pertimbangan pada pemerintah Inggris. Semula lembaga ini dipimpin
oleh orang Inggris, dengan beberapa anggota orang Islam, tetapi kemudian secara
bertahap mulai tahun 1928 lembaga ini dipimpin oleh seorang muslim, yakni
Hafizuddin S. Moonshi. Penetapan dan hak mengeluarkan fatwa pada mulanya hanya
oleh Mufti Besar kerjaan Johor dan didampingi oleh Qadi Singapura. Akan tetapi, untuk kemudian dipegang sendiri oleh
Mufti Singapura, yang mengepalai komisi fatwa (fatwa comtte) secara kolektif.
Pada
tahun 1968, pemerintahan Singapura membentuk lembaga Majelis Ugama Islam
Singapura (MUIS) yang dibentuk berdasarkan “ Akta Pentadbiran Hukum Islam 1966
(AMLA)” pada bulan Agustus tahun 1966. MUIS yang terdiri dari seorang ketua dan
7 orang anggota, tugas utamanya adalah untuk menasehati presiden Singapura
mengenai hal ehwal Islam.
sumber: http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-terakhir-islam-di.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar