Senin, 11 Maret 2013
kondisi umat islam saat ini dan akar permasalahan nya(sebuah pandangan terhadap perpecahan umat)
Islam pernah menjadi sebuah kejayaan dan kebesaran peradaban umat.
Lutfi, dalam Hammid (2006) menjelaskan, dinasti Abbasyiah membawa islam
sebagai sebuah agama dan peradaban yang sangat terkenal dan masyur
dimasanya. Harun Al Rasyid, beliau adalah khalifah dinasti Abbasiyah,
berkuasa pada tahun 786. Beliau mampu membawa kejayaan islam terutama
dalam bidang ilmu dan teknologi. Masa itu lahirlah para ilmuan besar
seperti ibnu sina (Avicenna). Pada masa dinasti Utsmaniah (abad 14),
wilayah kekuasaan islam juga sangat luas hingga wilayah eropa, yaitu
spanyol dan prancis.
Kejayaan tersebut saat ini menjadi sebuah kenangan dan cerita sejarah yang membanggakan ditengah kondisi umat islam di Indonesia yang “terpuruk”. Hal ini bukan tanpa sebab, secara umum penulis melihat ada dua penyebab “terpuruk”nya umat islam di negeri ini. Pertama kelemahan internal, umat sudah jauh dari Al-quran dan Hadits. Kedua adalah peng-kondisian yang sengaja terus diupayakan oleh orang-orang, kelompok serta Negara yang sangat membenci Islam.
Kelemahan Internal, Umat Sudah Jauh dari Al-Quran dan Hadits
Bagian ini akan mengulas tentang latar belakang sebab mengapa umat Islam (khususnya di Indonesia) jauh dari Al-Quran dan Hadits. Tentunya ulasan yang diketengahkan adalah dari tinjauan sudut pandang penulis. Tinjauan tersebut terbagi yaitu, berdasar latar sejarah Islamisasi Jawa dan berdasar isu perbedaan mazhab.
a. Tinjauan Sejarah Islamisasi Jawa.
Sebelum Islam masuk dan dikenal di Indonesia (jawa), Masyarakat merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha yang cukup kuat. Dua agama ini adalah pengubah masyarakat yang dahulunya penganut Animisme. Islam mulai masuk di tanah jawa sekitar tahun 1028M, bukti ini diperkuat dengan ditemukannya makam Fatimah Binti Maimun di daerah gresik. Simon (2004), menjelaskan perkembangan Islam sangat pesat ketika era Wali Songo mulai masuk dan mensyiarkan Islam pada sekitar abad 14M. Rentang waktu ±368 tahun (angka tahun dimakam Fatimah binti Maimun dengan masuknya wali songo) agama Islam tidak berkembang. Kondisi ini diberitakan oleh para saudagar Gujarat pada Sultan Muhammad (Abdul Hamid 1), beliau adalah penguasa Turki sekitar abad 14M. Dibentuklah sebuah tim yang beranggotakan 9 orang untuk mesyiarkan islam dan juga memiliki misi membantu memulihkan kondisi Jawa yang hancur akibat perang paregreg. Dijelaskan oleh Wijisaksono, dalam Simon (2004), kesembilan orang tersebut adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Sembilan orang ini dikenal dengan walisongo generasi 1 (versi non-Jawa). Yang tersebar luas selama ini adalah cerita walisongo versi jawa. Versi ini dipenuhi oleh cerita mistik yang tidak dapat dijadikan acuan sejarah ilmiah. Ada dugaan cerita walisongo (versi non-Jawa) sengaja tidak disebarkan oleh Belanda atau oleh siapa, agar orang Jawa, termasuk yang memeluk agama Islam, selamanya terus dan semakin tersesat dari kenyataan sebenamya. Dengan informasi baru itu menjadi jelas apa dan siapa sebenamya Walisongo itu (Simon, 2001). Tanpa mengesampingkan jasa besar wali songo dalam penyebaran Islam di Jawa, ada hal menarik yang bisa kita kritisi terhadap profil sembilan wali tersebut. (Lihat daftar nama walisongo sebelumnya). Sembilan wali yang dikirim ke jawa tersebut tidak ada satu orang pun yang memiliki latar belakang ahli ilmu agama (ulama), sehingga dimungkinkan pengajaran Islam pada saat itu sebatas pemahaman dan kapasitas ilmu mereka saja. Pengaruh Tashawuf (sufi) juga sangat kental mewarnai ajaran islam yang dibawa oleh 9 wali tersebut. Pembawa ajaran islam pada era walisongo generasi awal, sangat kental nuansa Tashawuf karena mereka (walisongo) sebagian besar berasal dari daerah kekuasaan dinasti Utsmaniah yang telah di”rong-rong” oleh ajaran Tashawuf (Abidin, 2007)
Masih menurut sumber yang sama, dakwah walisongo mulai bergeser pada era sunan Kalijogo sebagai wali generasi ke 4. Pencampuran dengan budaya jawa dilakukan sehingga menghasilkan keberhasilan kuantisasi penganut islam yang sangat besar. Cara dakwah ini disenangi dan didukung oleh penguasa (raja) saat itu. Namun, bagai dua mata pedang, disisi lain pencampuran itu menghasilkan pemahaman agama islam yang bergeser dan semakin jauh dari ajaran sebenarnya. Hal-hal yang sifatnya mistis dan syirik sebagai akibat akar budaya dari pemahaman animisme, hindu dan budha, melahirkan ritual peribadatan yang tidak pernah dicontohkan (Bid’ah) dalam Al-qur’an maupun Sunnah Rosul. Keadaan itu diperparah dengan gerakan zindik akibat tidak senangnya kelompok non-muslim dengan perkembangan ajaran Islam saat itu. Bukan sesuatu yang aneh jika saat ini kita lihat banyak praktek menyimpang dari ajaran Islam yang terus dijalankan, terutama oleh kaum muslim di Jawa.
b. Tinjauan Isu Perbedaan Mazhab.
Perbedaan mazhab yang dianut oleh individu, kelompok dan organisasi keagamaan menjadi isu yang cukup sering dituangkan dan kita temui sehari-hari dalam kehidupan kaum muslimin. Kejadian-kejadian “lucu” lebih tepatnya memprihatinkan, kerap dijadikan isu pembeda yang mengarah pada ekslusivitas kelompok, misalnya; Perbedaan shollat shubuh menggunakan doa qunut dan yang tidak, Sholat Tarwih 23 raka’at dengan yang 11 raka’at dan yang paling hangat adalah penentuan awal dan ahir puasa yang kerap kali berbeda.
Menurut pandangan penulis, kalau kita mau sedikit bijaksana, berbesar hati dan melepaskan sikap taqlid yang membabi buta, perbedaan yang ada tidak harus menjadi hal yang memecah belah kesatuan umat, bahkan bisa menjadi satu kekuatan pengayaan khasanah ilmu agama. Sikap Taqlid membabi-buta inilah yang menjadi salah satu penyebab kemunduran dan perpecahan umat Islam. Ibnu Khuldun rahimahullah (808 H), seorang sejarawan Islam menjelaskan:
“Para ulama’ menyeru umat Muslimin supaya kembali taqlid kepada imam-imam yang empat. Masing-masing mempunyai imamnya tersendiri yang menjadi tempat taqlidnya. Mereka sama sekali tidak berpindah-pindah taqlid karena yang demikian itu berarti mempermainkan agama. Tak ada yang tertinggal dari dinamisme pemikiran Islam selain usaha menukilkan ajaran-ajaran yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang mereka 'anut' , setiap muqallid (orang yang bertaqlid) hanya mempraktikkan ajaran hukum mazhabnya.
Seseorang yang mengakui dirinya melakukan ijtihad tidaklah diakui orang hasil ijtihadnya dan tak seorangpun yang akan bertaqlid kepadanya. Muslimin pada saat ini telah menjadi serombongan manusia yang hanya bertaqlid kepada imam yang empat tersebut. Inilah yang dikatakan orang sekarang sebagai masa kemunduran umat Islam atau pemikiran Islam atau tertutupnya pintu ijtihad” (Abdullah, tanpa tahun).
Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: “Mengapa bisa terjadi perbedaan dan pen-taqlid-an terhadap mazhab-mazhab tersebut?” Jawaban pertanyaan ini merupakan kunci untuk bisa menguraikan perbedaan dan taqlid nya umat pada satu mazhab saja, seperti yang terjadi saat ini.
Imam mazhab muncul dan berkembang pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Pemerintahan ini sangat memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu Islam. Pada masa itu muncullah 4 imam yang termasyur yaitu; Malik bis anas di Madinah, Abu Hanifah di Kuffah, Al-Syafii di Yaman dan mesir, serta Ahmad bin Hambal di Baghdad. Pendapat serta ajaran mereka diberi gelar Mazhab. Saat itu, ajaran Imam Abu Hanifah dijadikan mazhab resmi kerajaan Abbasiah. Para ulama mazhab ini diangkat menjadi gubernur dan mufti bagi daerah-daerah kekuasaan kerajaan. Hal ini menimbulkan perasaan kurang senang bagi pengikut mazhab lainnya. Mereka tidak patuh dan mengamalkan ajaran imam mazhab mereka masing-masing. Kondisi ini rupanya dicermati oleh pemerintah kerjaan. Ahirnya pemerintah melaksanakan acara perdebatan resmi antar mazhab. Kondisi tersebut mengakibatkan persaingan dan perselisihan antar mazhab yang memuncak. Jatuhnya kejayaan Dinasti Abbasiah menyebabkan tiap-tiap daerah memiliki kerjaan sendiri-sendiri. Masing-masing kerajaan menggunakan mazhab yang mereka yakini. Pemerintah kerajaan mengeluarkan aturan yang sangat keras tentang hal ini, para ulama yang tidak mengikuti mazhab resmi kerajaan akan diasingkan dan dibuang. Kondisi ini memperparah ketaqlidan terhadap satu mazhab tertentu (Abdullah, tanpa tahun).
Uraian singkat diatas, cukup memberikan gambaran mengapa bisa terjadi perbedaan mazhab serta taqlidnya umat hanya pada salah satu mazhab saja. Isu perbedaan mazhab ini juga berkembang dan tumbuh subur ditengah umat islam Indonesia.
Upaya Bangsa, Golongan atau Kelompok untuk Melemahkan Umat Islam.
Upaya bangsa, golongan dan kelompok yang tidak menginginkan umat Islam bersatu sangat gencar dilakukan. Sistematika strategi “penghancuran” menggunakan berbagai metoda terus dilakukan sejak dahulu kala. Umat Islam pasti tahu betul upaya yang dilakukan kaum yahudi sejak zaman para nabi, mereka selalu berupaya menggagalkan dakwah para nabi dan rosul dengan berbagai cara. Hal itu terus berlanjut hingga saat ini.
Kegagalan perang salib yang dimulai sejak tahun 1095 hingga 1291 untuk meruntuhkan kekuatan dan kekuasaan Islam serta upaya merebut kembali yarusalem, memicu munculnya perubahan strategi. Kekuatan senjata yang digunakan golongan kristen saat perang salib berubah menjadi perang menggunakan “kasih dan logika”. Henry Martin seorang misionaris mengatakan: “Perang salib telah gagal, karena itu untuk menaklukan dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika dan kasih”. Bukan menggunakan kekuatan senjata atau kekerasan”. Ungkapan senada juga di lontarkan oleh Raymond Lull seorang misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad SAW. Lull mengatakan “ Saya melihat banyak kesatria pergi ke tanah suci (yarusalem), dan berfikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada ahirnya mereka hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh”. Dari ungkapan itu kemudian Lull mengeluarkan resep yaitu; Islam tidak dapat ditaklukan dengan darah dan air mata, tetapi dengan “cinta kasih” dan “doa”.
Ungkapan Martyn dan Lull diatas ditulis oleh Samuel Zwemmer, misionaris Kristen terlkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to faith (1907). Buku tersebut berisi resep untuk “menaklukan” Islam, yang disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad SAW dari sudut pandang missi Kristen”(Husaini ,2003).
Penulis berpendapat bahwa ungkapan Henri Martyn tentang “logika, kata dan kasih”, perlu dicermati oleh kita (umat Islam), sebagai hal yang sangat serius dan harus dimaknai sebagai sebuah ungkapan yang mengindikasikan dijalankannya sebuah “grand strategy” penaklukan yang sistematis. Perang menggunakan strategi ini berjalan sangat halus bagai sebuah “sel kangker” yang menggerogoti sedikit demi sedikit hingga ahirnya memiliki efek hancur secara total. Begitu dahsyatnya kekuatan terror “logika, kata dan kasih” tersebut hingga mampu menghancurkan imperium besar Islam (Utsmani Turki) yang telah berkuasa hampir 700 tahun. Bukan hanya itu, terror tersebut berlangsung hingga saat ini dengan “kemasan” yang lebih rapih namun memiliki efek hancur yang jauh lebih dahsyat.
Islam tidak hanya “diserang” oleh kelompok yang mengatasnamakan misionaris Kristen. Ternyata kaum Yahudi juga mahfum dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Henry Martyn dan Raimond Lull. Bahkan program (strategi) yang disiapkan oleh Yahudi jauh lebih dahsyat. Program Yahudi tersebut dikenal sebagai Protokol Zionis.
Protokol Zionis ditemukan sekitar tahun 1780-an, merupakan sebuah naskah yang berisikan tentang agenda besar kaum yahudi untuk menguasai dunia. Naskah tentang sebuah hasil pemikiran mengerikan yang nyaris sempurna. Manual yang memuat dasar teori, sasaran, metode pencapaiannya, untuk mencapai “kekuasaan mendunia kaum Yahudi”. Dikemudian hari sekitar tahun 1905-an, Protokol yang terdiri atas 24 naskah itu diterbitkan di Rusia oleh Prof. Nilus, yang dikenal luas sebagai The Protocols of The Learned Elders of Zion (Maulani, dalam barokah, 2005). Isi dari protokol tersebut dapat dibaca dalam buku karya Z.A Maulani berjudul “ Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia”.
Opini Penulis
Dua latar yang telah dijelaskan diatas, dapat penulis jadikan pijakan umum untuk melakukan brake down kondisi umat islam saat ini. Mungkin masih ada beberapa aspek lain yang turut berperan, namun semakin jauhnya umat islam (Indonesia khususnya) dari pemahaman agama berdasarkan Al-quran dan Hadits merupakan dasar kuat lemahnya “pertahanan” kita. Fenomena ini sangat memperihatinkan. Hasil pengamatan penulis, saat ini golongan akar rumput sebagai basis umat terbesar seperti kehilangan “panduan” dalam beribadah dan mengambil sikap terhadap friksi yang terjadi. Sementara, kalangan kyai dan cendekiawan muslim sibuk berdebat untuk membenarkan pendapat masing-masing. Kondisi itu mirip dengan yang terjadi pada zaman Dinasti Abbasiah, dimana perdebatan antar ulama marak terjadi dan bahkan difasilitasi oleh pemerintah saat itu. Sepengetahuan penulis, perbedaan pendapat oleh para ulama itu adalah hal biasa dan diperbolehkan sepanjang perbedaan itu pada hal yang masuk dalam kategori ijtihad. Sebagaimana sabda Rosulalloh SAW berikut ini: “Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tetapi apabila ia berijtihad dan keliru, maka ia memperoleh satu pahala” (Syaikh Utsaimin, 2004).
Kutipan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan betapa luas Ilmu dalam Islam. Sangat dimungkinkan adanya perbedaan penafsiran dan pendapat akibat terbatasnya penguasaan ilmu yang dimiliki tiap-tiap ulama. Berikut ini pernyataan beliau: “Ilmu dalam syariat Islam sangatlah luas. Tidak ada para ulama, imam-imam mujtahid, tabiin, tabiut-tabiin dan para sahabat sekalipun yang menguasai seluruh Hadits Rosulalloh SAW. Padahal mereka adalah orang-orang paling berilmu, faqih, bertaqwa dan paling afdhal dalam Islam. Kita jumpai diantara mereka (para imam) setelah melakukan proses ijtihad terkadang memiliki pendapat atau fatwa yang berbeda dalam suatu permasalahan. Satu sisi sesuai dengan nash dan yang lain menyelisihinya” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2007).
Umat islam seharusnya lebih bijak dalam menelaah perbedaan yang ada. Para alim ulama, cendekiawan dan kyai seyogyanya memberikan pemahaman terhadap adanya perbedaan pada umatnya. Jangan malah terbuai dengan perdebatan untuk memperoleh pengakuan pembenaran dari pendapat masing-masing. Kedewasaan dan kelapangan hati untuk menerima kebenaran harus disadari oleh para ulama kita saat ini. Tauladan sangat mulia ditunjukan oleh sahabat Umar rodiallohuanhu, pernah suatu ketika beliau tidak mengetahui sunah tentang meminta izin, hingga suatu saat Abu Musa Al-Asy’ary mengabarkan sunah Rosul tentang hal itu dan menjadikan kaum anshor sebagai saksinya (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudriy, lihat Fathul Bari 11-43). Sahabat Umar dengan segala kebijakasanaan menerima kabar tersebut, padahal kapasitas ilmu agama beliau jauh lebih tinggi dari Abu Musa.
Perpecahan dalam umat Islam seperti yang terjadi saat ini merupakan tujuan dari para musuh-musuh Islam. Tidakah para pemimpin umat, alim ulama serta umat islam menyadari hal itu? Alloh berfirman dalam Al-Quran memperingatkan kita agar menghindari perpecahan yaitu:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imron 103).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (2004), memberikan panduan tentang standarisasi sikap ketika terjadi perselisihan diantara ulama maupun umat. Beliau mengatakan, “Tidak diragukan bahwa standar yang bisa dijadikan pedoman dalam menghadapi perselisihan adalah kembali pada petunjuk Alloh SWT dalam firmanya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’:59).
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali. (Asy-Syuro:10)
Uraian dan petunjuk diatas dengan tegas menuntun kita semua dalam menyikapi segala perselisihan yang terjadi. Tidak ada jalan lain untuk kembali mempersatukan umat, selain mengembalikan umat islam kepada Al-Quran dan Hadits atas dasar pemahaman para salafus shalih. Kembalinya umat pada Al-Quran dan Hadits merupakan hal yang sangat ditakukan oleh para musuh-musuh Islam, terutama kaum Zionis Yahudi. Sejarah membuktikan bahwa perpecahan umat islam dimulai ketika mereka mulai melupakan dan menjauh dari Al-Quran dan Hadits. Sejarah juga menggambarkan bagaimana masa kejayaan Islam terjadi ketika umat dan pemimpin serta para alim ulam saat itu begitu kuat mengamalkan dan perpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits.
Pada kesempatan ini, penulis berpesan pada diri penulis sendiri dan bagi para pembaca sekalian. Marilah kita mulai berfikir kritis dan belajar lebih dalam mengenai ajaran agama Islam. Sebuah pesan menarik yang disampaikan oleh ustad H. Natsir al-Habsi; “Setiap umat Islam diharapkan memperoleh keimanan yang seutuhnya. Keimanan yang seutuhnya hanya bisa diperoleh dengan ilmu agama. Ilmu agama hanya bisa diperoleh dengan belajar. Salah satu cara belajarnya adalah dengan mengkaji dan membaca Al-Quran dan kitab-kitab”
semoga para pembaca sekalian memiliki motivasi dan semangat dalam belajar khususnya ilmu agama. “Janganlah kita menjadi umat pembebek” (kutipan perkataan Ja’far umar thalib). Artinya disini adalah, kita harus kritis, jangan hanya ikut-ikutan. Saat ini begitu banyak kitab-kitab (tauhid, akhidah, akhlaq dll) karangan para ulama besar yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kajian-kajian alhamdulillah juga bertebaran diberbagai masjid. Tidak ada alasan bagi kita tidak mengenal serta memahami Islam secara bertahap hingga mencapai pemahaman yang kaffah dan benar.
Selain itu, kita semua harus sadar dan waspada terhadap adanya upaya-upaya menyesatkan dan memecah belah. Kesadaran dan kewaspadaan kita bukan untuk menyakiti dan menzolimi para musuh-musuh Islam dengan kekerasan membabibuta. Kesadaran itu diperlukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan umat berdasarkan pedoman Al-Quran dan Hadits. Wallohua’lam bishowab.
sumber:http://ari3fgmu.multiply.com/journal/item/1/KONDISI-UMAT-ISLAM-SAAT-INI-DAN-AKAR-PEMASALAHANNYA-SEBUAH-PANDANGAN-TERHADAP-PERPECAHAN-UMAT?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Kejayaan tersebut saat ini menjadi sebuah kenangan dan cerita sejarah yang membanggakan ditengah kondisi umat islam di Indonesia yang “terpuruk”. Hal ini bukan tanpa sebab, secara umum penulis melihat ada dua penyebab “terpuruk”nya umat islam di negeri ini. Pertama kelemahan internal, umat sudah jauh dari Al-quran dan Hadits. Kedua adalah peng-kondisian yang sengaja terus diupayakan oleh orang-orang, kelompok serta Negara yang sangat membenci Islam.
Kelemahan Internal, Umat Sudah Jauh dari Al-Quran dan Hadits
Bagian ini akan mengulas tentang latar belakang sebab mengapa umat Islam (khususnya di Indonesia) jauh dari Al-Quran dan Hadits. Tentunya ulasan yang diketengahkan adalah dari tinjauan sudut pandang penulis. Tinjauan tersebut terbagi yaitu, berdasar latar sejarah Islamisasi Jawa dan berdasar isu perbedaan mazhab.
a. Tinjauan Sejarah Islamisasi Jawa.
Sebelum Islam masuk dan dikenal di Indonesia (jawa), Masyarakat merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha yang cukup kuat. Dua agama ini adalah pengubah masyarakat yang dahulunya penganut Animisme. Islam mulai masuk di tanah jawa sekitar tahun 1028M, bukti ini diperkuat dengan ditemukannya makam Fatimah Binti Maimun di daerah gresik. Simon (2004), menjelaskan perkembangan Islam sangat pesat ketika era Wali Songo mulai masuk dan mensyiarkan Islam pada sekitar abad 14M. Rentang waktu ±368 tahun (angka tahun dimakam Fatimah binti Maimun dengan masuknya wali songo) agama Islam tidak berkembang. Kondisi ini diberitakan oleh para saudagar Gujarat pada Sultan Muhammad (Abdul Hamid 1), beliau adalah penguasa Turki sekitar abad 14M. Dibentuklah sebuah tim yang beranggotakan 9 orang untuk mesyiarkan islam dan juga memiliki misi membantu memulihkan kondisi Jawa yang hancur akibat perang paregreg. Dijelaskan oleh Wijisaksono, dalam Simon (2004), kesembilan orang tersebut adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Sembilan orang ini dikenal dengan walisongo generasi 1 (versi non-Jawa). Yang tersebar luas selama ini adalah cerita walisongo versi jawa. Versi ini dipenuhi oleh cerita mistik yang tidak dapat dijadikan acuan sejarah ilmiah. Ada dugaan cerita walisongo (versi non-Jawa) sengaja tidak disebarkan oleh Belanda atau oleh siapa, agar orang Jawa, termasuk yang memeluk agama Islam, selamanya terus dan semakin tersesat dari kenyataan sebenamya. Dengan informasi baru itu menjadi jelas apa dan siapa sebenamya Walisongo itu (Simon, 2001). Tanpa mengesampingkan jasa besar wali songo dalam penyebaran Islam di Jawa, ada hal menarik yang bisa kita kritisi terhadap profil sembilan wali tersebut. (Lihat daftar nama walisongo sebelumnya). Sembilan wali yang dikirim ke jawa tersebut tidak ada satu orang pun yang memiliki latar belakang ahli ilmu agama (ulama), sehingga dimungkinkan pengajaran Islam pada saat itu sebatas pemahaman dan kapasitas ilmu mereka saja. Pengaruh Tashawuf (sufi) juga sangat kental mewarnai ajaran islam yang dibawa oleh 9 wali tersebut. Pembawa ajaran islam pada era walisongo generasi awal, sangat kental nuansa Tashawuf karena mereka (walisongo) sebagian besar berasal dari daerah kekuasaan dinasti Utsmaniah yang telah di”rong-rong” oleh ajaran Tashawuf (Abidin, 2007)
Masih menurut sumber yang sama, dakwah walisongo mulai bergeser pada era sunan Kalijogo sebagai wali generasi ke 4. Pencampuran dengan budaya jawa dilakukan sehingga menghasilkan keberhasilan kuantisasi penganut islam yang sangat besar. Cara dakwah ini disenangi dan didukung oleh penguasa (raja) saat itu. Namun, bagai dua mata pedang, disisi lain pencampuran itu menghasilkan pemahaman agama islam yang bergeser dan semakin jauh dari ajaran sebenarnya. Hal-hal yang sifatnya mistis dan syirik sebagai akibat akar budaya dari pemahaman animisme, hindu dan budha, melahirkan ritual peribadatan yang tidak pernah dicontohkan (Bid’ah) dalam Al-qur’an maupun Sunnah Rosul. Keadaan itu diperparah dengan gerakan zindik akibat tidak senangnya kelompok non-muslim dengan perkembangan ajaran Islam saat itu. Bukan sesuatu yang aneh jika saat ini kita lihat banyak praktek menyimpang dari ajaran Islam yang terus dijalankan, terutama oleh kaum muslim di Jawa.
b. Tinjauan Isu Perbedaan Mazhab.
Perbedaan mazhab yang dianut oleh individu, kelompok dan organisasi keagamaan menjadi isu yang cukup sering dituangkan dan kita temui sehari-hari dalam kehidupan kaum muslimin. Kejadian-kejadian “lucu” lebih tepatnya memprihatinkan, kerap dijadikan isu pembeda yang mengarah pada ekslusivitas kelompok, misalnya; Perbedaan shollat shubuh menggunakan doa qunut dan yang tidak, Sholat Tarwih 23 raka’at dengan yang 11 raka’at dan yang paling hangat adalah penentuan awal dan ahir puasa yang kerap kali berbeda.
Menurut pandangan penulis, kalau kita mau sedikit bijaksana, berbesar hati dan melepaskan sikap taqlid yang membabi buta, perbedaan yang ada tidak harus menjadi hal yang memecah belah kesatuan umat, bahkan bisa menjadi satu kekuatan pengayaan khasanah ilmu agama. Sikap Taqlid membabi-buta inilah yang menjadi salah satu penyebab kemunduran dan perpecahan umat Islam. Ibnu Khuldun rahimahullah (808 H), seorang sejarawan Islam menjelaskan:
“Para ulama’ menyeru umat Muslimin supaya kembali taqlid kepada imam-imam yang empat. Masing-masing mempunyai imamnya tersendiri yang menjadi tempat taqlidnya. Mereka sama sekali tidak berpindah-pindah taqlid karena yang demikian itu berarti mempermainkan agama. Tak ada yang tertinggal dari dinamisme pemikiran Islam selain usaha menukilkan ajaran-ajaran yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang mereka 'anut' , setiap muqallid (orang yang bertaqlid) hanya mempraktikkan ajaran hukum mazhabnya.
Seseorang yang mengakui dirinya melakukan ijtihad tidaklah diakui orang hasil ijtihadnya dan tak seorangpun yang akan bertaqlid kepadanya. Muslimin pada saat ini telah menjadi serombongan manusia yang hanya bertaqlid kepada imam yang empat tersebut. Inilah yang dikatakan orang sekarang sebagai masa kemunduran umat Islam atau pemikiran Islam atau tertutupnya pintu ijtihad” (Abdullah, tanpa tahun).
Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: “Mengapa bisa terjadi perbedaan dan pen-taqlid-an terhadap mazhab-mazhab tersebut?” Jawaban pertanyaan ini merupakan kunci untuk bisa menguraikan perbedaan dan taqlid nya umat pada satu mazhab saja, seperti yang terjadi saat ini.
Imam mazhab muncul dan berkembang pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Pemerintahan ini sangat memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu Islam. Pada masa itu muncullah 4 imam yang termasyur yaitu; Malik bis anas di Madinah, Abu Hanifah di Kuffah, Al-Syafii di Yaman dan mesir, serta Ahmad bin Hambal di Baghdad. Pendapat serta ajaran mereka diberi gelar Mazhab. Saat itu, ajaran Imam Abu Hanifah dijadikan mazhab resmi kerajaan Abbasiah. Para ulama mazhab ini diangkat menjadi gubernur dan mufti bagi daerah-daerah kekuasaan kerajaan. Hal ini menimbulkan perasaan kurang senang bagi pengikut mazhab lainnya. Mereka tidak patuh dan mengamalkan ajaran imam mazhab mereka masing-masing. Kondisi ini rupanya dicermati oleh pemerintah kerjaan. Ahirnya pemerintah melaksanakan acara perdebatan resmi antar mazhab. Kondisi tersebut mengakibatkan persaingan dan perselisihan antar mazhab yang memuncak. Jatuhnya kejayaan Dinasti Abbasiah menyebabkan tiap-tiap daerah memiliki kerjaan sendiri-sendiri. Masing-masing kerajaan menggunakan mazhab yang mereka yakini. Pemerintah kerajaan mengeluarkan aturan yang sangat keras tentang hal ini, para ulama yang tidak mengikuti mazhab resmi kerajaan akan diasingkan dan dibuang. Kondisi ini memperparah ketaqlidan terhadap satu mazhab tertentu (Abdullah, tanpa tahun).
Uraian singkat diatas, cukup memberikan gambaran mengapa bisa terjadi perbedaan mazhab serta taqlidnya umat hanya pada salah satu mazhab saja. Isu perbedaan mazhab ini juga berkembang dan tumbuh subur ditengah umat islam Indonesia.
Upaya Bangsa, Golongan atau Kelompok untuk Melemahkan Umat Islam.
Upaya bangsa, golongan dan kelompok yang tidak menginginkan umat Islam bersatu sangat gencar dilakukan. Sistematika strategi “penghancuran” menggunakan berbagai metoda terus dilakukan sejak dahulu kala. Umat Islam pasti tahu betul upaya yang dilakukan kaum yahudi sejak zaman para nabi, mereka selalu berupaya menggagalkan dakwah para nabi dan rosul dengan berbagai cara. Hal itu terus berlanjut hingga saat ini.
Kegagalan perang salib yang dimulai sejak tahun 1095 hingga 1291 untuk meruntuhkan kekuatan dan kekuasaan Islam serta upaya merebut kembali yarusalem, memicu munculnya perubahan strategi. Kekuatan senjata yang digunakan golongan kristen saat perang salib berubah menjadi perang menggunakan “kasih dan logika”. Henry Martin seorang misionaris mengatakan: “Perang salib telah gagal, karena itu untuk menaklukan dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika dan kasih”. Bukan menggunakan kekuatan senjata atau kekerasan”. Ungkapan senada juga di lontarkan oleh Raymond Lull seorang misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad SAW. Lull mengatakan “ Saya melihat banyak kesatria pergi ke tanah suci (yarusalem), dan berfikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada ahirnya mereka hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh”. Dari ungkapan itu kemudian Lull mengeluarkan resep yaitu; Islam tidak dapat ditaklukan dengan darah dan air mata, tetapi dengan “cinta kasih” dan “doa”.
Ungkapan Martyn dan Lull diatas ditulis oleh Samuel Zwemmer, misionaris Kristen terlkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to faith (1907). Buku tersebut berisi resep untuk “menaklukan” Islam, yang disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad SAW dari sudut pandang missi Kristen”(Husaini ,2003).
Penulis berpendapat bahwa ungkapan Henri Martyn tentang “logika, kata dan kasih”, perlu dicermati oleh kita (umat Islam), sebagai hal yang sangat serius dan harus dimaknai sebagai sebuah ungkapan yang mengindikasikan dijalankannya sebuah “grand strategy” penaklukan yang sistematis. Perang menggunakan strategi ini berjalan sangat halus bagai sebuah “sel kangker” yang menggerogoti sedikit demi sedikit hingga ahirnya memiliki efek hancur secara total. Begitu dahsyatnya kekuatan terror “logika, kata dan kasih” tersebut hingga mampu menghancurkan imperium besar Islam (Utsmani Turki) yang telah berkuasa hampir 700 tahun. Bukan hanya itu, terror tersebut berlangsung hingga saat ini dengan “kemasan” yang lebih rapih namun memiliki efek hancur yang jauh lebih dahsyat.
Islam tidak hanya “diserang” oleh kelompok yang mengatasnamakan misionaris Kristen. Ternyata kaum Yahudi juga mahfum dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Henry Martyn dan Raimond Lull. Bahkan program (strategi) yang disiapkan oleh Yahudi jauh lebih dahsyat. Program Yahudi tersebut dikenal sebagai Protokol Zionis.
Protokol Zionis ditemukan sekitar tahun 1780-an, merupakan sebuah naskah yang berisikan tentang agenda besar kaum yahudi untuk menguasai dunia. Naskah tentang sebuah hasil pemikiran mengerikan yang nyaris sempurna. Manual yang memuat dasar teori, sasaran, metode pencapaiannya, untuk mencapai “kekuasaan mendunia kaum Yahudi”. Dikemudian hari sekitar tahun 1905-an, Protokol yang terdiri atas 24 naskah itu diterbitkan di Rusia oleh Prof. Nilus, yang dikenal luas sebagai The Protocols of The Learned Elders of Zion (Maulani, dalam barokah, 2005). Isi dari protokol tersebut dapat dibaca dalam buku karya Z.A Maulani berjudul “ Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia”.
Opini Penulis
Dua latar yang telah dijelaskan diatas, dapat penulis jadikan pijakan umum untuk melakukan brake down kondisi umat islam saat ini. Mungkin masih ada beberapa aspek lain yang turut berperan, namun semakin jauhnya umat islam (Indonesia khususnya) dari pemahaman agama berdasarkan Al-quran dan Hadits merupakan dasar kuat lemahnya “pertahanan” kita. Fenomena ini sangat memperihatinkan. Hasil pengamatan penulis, saat ini golongan akar rumput sebagai basis umat terbesar seperti kehilangan “panduan” dalam beribadah dan mengambil sikap terhadap friksi yang terjadi. Sementara, kalangan kyai dan cendekiawan muslim sibuk berdebat untuk membenarkan pendapat masing-masing. Kondisi itu mirip dengan yang terjadi pada zaman Dinasti Abbasiah, dimana perdebatan antar ulama marak terjadi dan bahkan difasilitasi oleh pemerintah saat itu. Sepengetahuan penulis, perbedaan pendapat oleh para ulama itu adalah hal biasa dan diperbolehkan sepanjang perbedaan itu pada hal yang masuk dalam kategori ijtihad. Sebagaimana sabda Rosulalloh SAW berikut ini: “Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tetapi apabila ia berijtihad dan keliru, maka ia memperoleh satu pahala” (Syaikh Utsaimin, 2004).
Kutipan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan betapa luas Ilmu dalam Islam. Sangat dimungkinkan adanya perbedaan penafsiran dan pendapat akibat terbatasnya penguasaan ilmu yang dimiliki tiap-tiap ulama. Berikut ini pernyataan beliau: “Ilmu dalam syariat Islam sangatlah luas. Tidak ada para ulama, imam-imam mujtahid, tabiin, tabiut-tabiin dan para sahabat sekalipun yang menguasai seluruh Hadits Rosulalloh SAW. Padahal mereka adalah orang-orang paling berilmu, faqih, bertaqwa dan paling afdhal dalam Islam. Kita jumpai diantara mereka (para imam) setelah melakukan proses ijtihad terkadang memiliki pendapat atau fatwa yang berbeda dalam suatu permasalahan. Satu sisi sesuai dengan nash dan yang lain menyelisihinya” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2007).
Umat islam seharusnya lebih bijak dalam menelaah perbedaan yang ada. Para alim ulama, cendekiawan dan kyai seyogyanya memberikan pemahaman terhadap adanya perbedaan pada umatnya. Jangan malah terbuai dengan perdebatan untuk memperoleh pengakuan pembenaran dari pendapat masing-masing. Kedewasaan dan kelapangan hati untuk menerima kebenaran harus disadari oleh para ulama kita saat ini. Tauladan sangat mulia ditunjukan oleh sahabat Umar rodiallohuanhu, pernah suatu ketika beliau tidak mengetahui sunah tentang meminta izin, hingga suatu saat Abu Musa Al-Asy’ary mengabarkan sunah Rosul tentang hal itu dan menjadikan kaum anshor sebagai saksinya (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudriy, lihat Fathul Bari 11-43). Sahabat Umar dengan segala kebijakasanaan menerima kabar tersebut, padahal kapasitas ilmu agama beliau jauh lebih tinggi dari Abu Musa.
Perpecahan dalam umat Islam seperti yang terjadi saat ini merupakan tujuan dari para musuh-musuh Islam. Tidakah para pemimpin umat, alim ulama serta umat islam menyadari hal itu? Alloh berfirman dalam Al-Quran memperingatkan kita agar menghindari perpecahan yaitu:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imron 103).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (2004), memberikan panduan tentang standarisasi sikap ketika terjadi perselisihan diantara ulama maupun umat. Beliau mengatakan, “Tidak diragukan bahwa standar yang bisa dijadikan pedoman dalam menghadapi perselisihan adalah kembali pada petunjuk Alloh SWT dalam firmanya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’:59).
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali. (Asy-Syuro:10)
Uraian dan petunjuk diatas dengan tegas menuntun kita semua dalam menyikapi segala perselisihan yang terjadi. Tidak ada jalan lain untuk kembali mempersatukan umat, selain mengembalikan umat islam kepada Al-Quran dan Hadits atas dasar pemahaman para salafus shalih. Kembalinya umat pada Al-Quran dan Hadits merupakan hal yang sangat ditakukan oleh para musuh-musuh Islam, terutama kaum Zionis Yahudi. Sejarah membuktikan bahwa perpecahan umat islam dimulai ketika mereka mulai melupakan dan menjauh dari Al-Quran dan Hadits. Sejarah juga menggambarkan bagaimana masa kejayaan Islam terjadi ketika umat dan pemimpin serta para alim ulam saat itu begitu kuat mengamalkan dan perpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits.
Pada kesempatan ini, penulis berpesan pada diri penulis sendiri dan bagi para pembaca sekalian. Marilah kita mulai berfikir kritis dan belajar lebih dalam mengenai ajaran agama Islam. Sebuah pesan menarik yang disampaikan oleh ustad H. Natsir al-Habsi; “Setiap umat Islam diharapkan memperoleh keimanan yang seutuhnya. Keimanan yang seutuhnya hanya bisa diperoleh dengan ilmu agama. Ilmu agama hanya bisa diperoleh dengan belajar. Salah satu cara belajarnya adalah dengan mengkaji dan membaca Al-Quran dan kitab-kitab”
semoga para pembaca sekalian memiliki motivasi dan semangat dalam belajar khususnya ilmu agama. “Janganlah kita menjadi umat pembebek” (kutipan perkataan Ja’far umar thalib). Artinya disini adalah, kita harus kritis, jangan hanya ikut-ikutan. Saat ini begitu banyak kitab-kitab (tauhid, akhidah, akhlaq dll) karangan para ulama besar yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kajian-kajian alhamdulillah juga bertebaran diberbagai masjid. Tidak ada alasan bagi kita tidak mengenal serta memahami Islam secara bertahap hingga mencapai pemahaman yang kaffah dan benar.
Selain itu, kita semua harus sadar dan waspada terhadap adanya upaya-upaya menyesatkan dan memecah belah. Kesadaran dan kewaspadaan kita bukan untuk menyakiti dan menzolimi para musuh-musuh Islam dengan kekerasan membabibuta. Kesadaran itu diperlukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan umat berdasarkan pedoman Al-Quran dan Hadits. Wallohua’lam bishowab.
sumber:http://ari3fgmu.multiply.com/journal/item/1/KONDISI-UMAT-ISLAM-SAAT-INI-DAN-AKAR-PEMASALAHANNYA-SEBUAH-PANDANGAN-TERHADAP-PERPECAHAN-UMAT?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Populasi Muslim Dunia ( Part 3 ) : Muslim Sunni dan Syi’ah
Populasi Muslim Dunia ( Part 3 ) : Muslim Sunni dan Syi’ah
Populasi Muslim dengan mayoritas yang besar sekali adalah Sunni, sementara berdasarkan estimasi 10-13% adalah Syi’ah. Laporan Pew Forum ini memperkirakan ada 154 sampai 200 juta jiwa Muslim Syi’ah di dunia saat ini. Diperkirakan antara 116 sampai 147 juta Syi’ah tinggal di Asia, merepresentasikan sekitar tiga per empat dari populasi Syi’ah sedunia. Iran yang dikenal dengan mayoritas Syi’ahnya berada di kawasan Asia-Pasifik. Sementara itu, seperempat warga Syi’ah dunia ( 36 – 44 juta ) tinggal di kawasan Timur Tengah—Afrika Utara.
Sekitar 12-15% populasi Muslim kawasan Asia-Pasifik adalah Syi’ah, dan 11-14% dari populasi Muslim di kawasan Timur Tengah—Afrika Utara. Jumlah komunitas Syi’ah pada umumnya diberikan dalam rentang perkiraan , karena keterbatasan di dalam data sumber-sumber sekunder.
Kebanyakan Syi’ah ( antara 68 dan 80%) tinggal di empat negara : Iran, Pakistan, India , dan Irak. Iran memiliki 66-70 juta Syi’ah. Atau 37-40 % total populasi Muslim Syi’ah dunia. Irak, India, dan Pakistan, masing-masing sekurang-kurangnya dihuni 16 juta komunitas Syi’ah.
Muslim Sunni dan Syi’ah ( Shiites) merupakan dua sekte utama ( main sects) dalam Islam. Sunni dan Syi’ah awalnya terbentuk karena terjadinya perselisihan tentang suksesi kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tahun 632 M. Kemudian, perpecahan politik antar dua kelompok ini meluas mencakup perbedaan theologis dan juga perbedaan dalam praktek-praktek keagamaan .
Sementara itu, kedua kelompok ini memiliki kesamaan dalam banyak hal, tapi mereka berbeda konsepsi dan interpretasi dalam otoritas keagamaan, begitu juga peran politik keluarga Nabi saw, misalnya.
Tidak ada estimasi yang membedakan Sufi, apakah Sunni atau Syi’ah. Juga tidak diketahui secara meyakinkan tentang berapa banyak Muslim yang menjalani praktek Sufisme.
Jumlah Syi’ah yang besar ( 1 juta atau lebih ) terdapat di Turki, Yaman , Azerbaijan, Afghanistan, Syria, Saudi Arabia, Lebanon, Nigeria, dan Tanzania. Pengikut Syi’ah persentasenya relatif kecil dari populasi Muslim di seluruh dunia. Sekitar 300.000 orang Syi’ah tinggal di Amerika Utara, termasuk AS dan Canada, sekitar 10% dari populasi Muslim di kawasan Amerika Utara.
Di empat negara, Iran, Azerbaijan, Bahrain, dan Irak, Syi’ah merupakan mayoritas dari total populasi, karena persentasenya tertinggi.
Di Iran, Syi’ah berjumlah sekitar 66-70 juta atau 90 -95% dari seluruh populasi dengan persentase 37-40% jumlah komunitas Syi’ah sedunia. Selanjutnya, Azerbaijan ( 65-75%), tapi hanya 5-7 juta jiwa. Bahrain, mencapai 65-75% dari jumlah penduduk negera itu, tapi jumlahnya hanya 400.000 – 500.000 jiwa. Sedangkan Irak berpenduduk Syi’ah sekitar 65-70% atau sekitar 19-22 juta jiwa.
Bila dilihat dari jumlah komunitas Syi’ah tertinggi berada di Iran dengan jumlah populasi antara 66 s.d. 70 juta jiwa. Kemudian Pakistan, sekitar 17 – 26 juta jiwa. Disusul India , yaitu antara 16 s.d 24 juta jiwa adalah komunitas Syi’ah. Irak menempati urutan berikutnya, yaitu sekitar 19 – 22 juta jiwa. Sedangkan Turki berpenduduk Syi’ah sekitar 7 -11 juta jiwa, dan di Yaman tinggal komunitas Syi’ah sekitar 8 – 10 juta jiwa.
Negara-negara di Timur Tengah yang persentase populasi Syi’ahnya cukup tinggi tapi jumlah populasinya sedikit adalah Lebanon ( 45-55%), Kuwait ( 20-25%), Syria ( 15-20%), dan Saudi Arabia (10-15%).
Sedangakn di negara Eropa- Amerika yang persentasenya cukup tinggi adalah Latvia ( 25-35%), Swedia ( 20-40%), Georgia ( 15-25%), dan Lithuania (10-20%). Sedangkan Inggris, AS, Bulgaria, Jerman, dan Yunani, masing-masing sekitar 10-15% dari jumlah komunitas Muslimnya.
Bagaimana dengan Syi’ah di negeri kita ? Walaupun, konon jumlahnya semakin meningkat, tapi Pew Forum dalam laporannya memberikan estimasi kurang dari satu persen dari seluruh populasi Muslim di negara kita ini.
Populasi Muslim Dunia ( Part 4 of 4 ) : Lebih dari Separuh Muslim Eropa Adalah Penduduk Asli
Selama ini orang selalu beranggapan bahwa populasi Muslim Eropa adalah para imigran yang berasal dari negara-negara bekas jajahan. Memang ada benarnya, tapi itu hanya di Eropa bagian barat saja. “Sisanya di Russia, Albania, Kosovo, dan yang lainnya, adalah penduduk asli. Lebih dari separuh Muslim di Eropa adalah penduduk asli”, kata Allan Cooperman, Associate Director Pew Forum.Di Eropa Barat , komunitas Muslim merupakan imigran dan juga anak-anaknya yang lahir dan besar di Eropa. Mereka berdatangan dari Turki, Afrika Utara, dan Asia Selatan.
Pertumbuhan populasi Muslim dunia tercepat terjadi di benua Eropa, yang kini memiliki 38.112.000 penganut Islam atau sekitar 5,2 % dari total penduduk Eropa. Jumlah ini merupakan 2,4 % dari populasi Muslim dunia.
Jerman merupakan negara Eropa Barat dengan penduduk Muslimnya terbesar, yaitu 4.026.000 jiwa. Jumlah Muslim Jerman ini hampir menyamai populasi Muslim di seluruh negara benua Amerika, yaitu 4.596.000 jiwa, yang kebanyakan tinggal di Amerika Serikat , sebesar 2.454.000 jiwa.
Muslim Jerman juga jumlahnya lebih banyak dari Lebanon ( 2.504.000 jiwa ), sebuah negara Arab di Timur Tengah. Jerman juga berada pada urutan ke-9 dari sepuluh negara yang jumlah Muslimnya terbesar tapi merupakan warga minoritas.
Sedangkan Russia ( 16.482.000 jiwa ) di Eropa Timur merupakan yang terbesar jumlah Muslimnya di seluruh Eropa. Jumlah sebesar ini merupakan 43,2 % dari total Muslim Eropa. Muslim Russia lebih banyak dari gabungan jumlah Muslim Jordan ( 6.202.000 jiwa ) dan Libya ( 6.203.000 jiwa ), yang kedua-duanya termasuk negara Arab.
Russia berada pada urutan ke-4 terbesar, setelah India (160.945.000 jiwa ),Ethiopia ( 28.063.000 jiwa), dan China ( 21.667.000 ) dalam urutan sepuluh negara yang jumlah Muslimnya terbesar tapi sebagai warga minoritas.
Dari keseluruhan jumlah Muslim di Eropa , sekitar 60% adalah penduduk asli negara-negara tersebut. Kebanyakan Muslim di Russia, Albania, Kosovo, Bosnia-Herzogovina, dan Bulgaria adalah warga asli di negaranya.
Sedangkan Prancis memiliki persentase yang lebih tinggi daripada Jerman, namun warga Muslimnya hanya 3.554.000. Sekitar 6% warga Prancis adalah Muslim, dan Jerman hanya sekitar 5%. Sedangkan di Inggris tinggal komunitas Muslim kurang dari 2 juta jiwa, kurang dari 3% dari total populasi warga Inggris.
Negara-negara Eropa dengan tingkat konsentrasi Muslim tertinggi berada di Eropa bagian timur dan tengah, yaitu Kosovo ( 90%), Albania (80%), Bosnia-Herzogovina (40%) , Republik Macedonia ( 33%), Bulgaria ( 12% lebih ), dan Russia ( hampir 12%).
Beberapa bulan yang lalu, Daily Telegraph Inggris melaporkan tentang prediksi para ahli demografis tentang populasi Muslim di Eropa pada tahun 2050 yang diperkirakan mencapai 20% dari seluruh populasi benua itu.
Data demografis tentang tingkat pertumbuhan Muslim memperlihatkan bahwa meningkatnya jumlah populasi Muslim di negara-negara non-Muslim disebabkan terutama oleh imigrasi ( di negara-negara barat ) dan angka kelahiran yang lebih tinggi di seluruh dunia. Negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim memiliki angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan angka pertumbuhan penduduk dunia hanya 1,12% per tahun.
Selain dua faktor di atas, pertumbuhan populasi Muslim juga disebabkan semakin banyaknya orang yang masuk agama Islam. Namun data mualaf ini sulit untuk diverifikasi.
New York Times pernah mengklaim bahwa 25% Muslim Amerika adalah mualaf. Di Inggirs juga ada klaim bahwa sekitar 10.000 sampai 20.000 orang menjadi Muslim tiap tahunnya.
Itulah barangkali yang menyebabkan berbagai pihak di negara-negara Barat melakukan berbagai upaya untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah Muslim dan upaya untuk melemahkan posisi komunitas Muslim secara politis, sosial, budaya maupun ekonomi.
Upaya itu dilakukan dengan cara-cara yang halus , vulgar, juga pembunuhan seperti beberapa waktu lalu di Jerman, bahkan penghancuran negara-negara Muslim , seperti Irak dan Afghanistan oleh rezim George W. Bush.
Walupun terus-menerus dilakukan propaganda negatif terhadap Islam, alih-alih masyarakat dunia takut terhadap Islam, yang terjadi justru sebaliknya. Sejak peristiwa 9/11, mereka semakin penasaran ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam. Dan, al-hamdulillah, banyak di antara mereka yang mendapatkan hidayah dan menjadi Muslim. Menariknya, selama George Bush berkuasa , data di Amerika menunjukkan populasi Muslim semakin bertambah .
sumber: http://senyumislam.wordpress.com/2012/07/23/populasi-muslim-di-dunia-muslim-population-in-the-world/
Populasi Muslim dengan mayoritas yang besar sekali adalah Sunni, sementara berdasarkan estimasi 10-13% adalah Syi’ah. Laporan Pew Forum ini memperkirakan ada 154 sampai 200 juta jiwa Muslim Syi’ah di dunia saat ini. Diperkirakan antara 116 sampai 147 juta Syi’ah tinggal di Asia, merepresentasikan sekitar tiga per empat dari populasi Syi’ah sedunia. Iran yang dikenal dengan mayoritas Syi’ahnya berada di kawasan Asia-Pasifik. Sementara itu, seperempat warga Syi’ah dunia ( 36 – 44 juta ) tinggal di kawasan Timur Tengah—Afrika Utara.
Sekitar 12-15% populasi Muslim kawasan Asia-Pasifik adalah Syi’ah, dan 11-14% dari populasi Muslim di kawasan Timur Tengah—Afrika Utara. Jumlah komunitas Syi’ah pada umumnya diberikan dalam rentang perkiraan , karena keterbatasan di dalam data sumber-sumber sekunder.
Kebanyakan Syi’ah ( antara 68 dan 80%) tinggal di empat negara : Iran, Pakistan, India , dan Irak. Iran memiliki 66-70 juta Syi’ah. Atau 37-40 % total populasi Muslim Syi’ah dunia. Irak, India, dan Pakistan, masing-masing sekurang-kurangnya dihuni 16 juta komunitas Syi’ah.
Muslim Sunni dan Syi’ah ( Shiites) merupakan dua sekte utama ( main sects) dalam Islam. Sunni dan Syi’ah awalnya terbentuk karena terjadinya perselisihan tentang suksesi kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tahun 632 M. Kemudian, perpecahan politik antar dua kelompok ini meluas mencakup perbedaan theologis dan juga perbedaan dalam praktek-praktek keagamaan .
Sementara itu, kedua kelompok ini memiliki kesamaan dalam banyak hal, tapi mereka berbeda konsepsi dan interpretasi dalam otoritas keagamaan, begitu juga peran politik keluarga Nabi saw, misalnya.
Tidak ada estimasi yang membedakan Sufi, apakah Sunni atau Syi’ah. Juga tidak diketahui secara meyakinkan tentang berapa banyak Muslim yang menjalani praktek Sufisme.
Jumlah Syi’ah yang besar ( 1 juta atau lebih ) terdapat di Turki, Yaman , Azerbaijan, Afghanistan, Syria, Saudi Arabia, Lebanon, Nigeria, dan Tanzania. Pengikut Syi’ah persentasenya relatif kecil dari populasi Muslim di seluruh dunia. Sekitar 300.000 orang Syi’ah tinggal di Amerika Utara, termasuk AS dan Canada, sekitar 10% dari populasi Muslim di kawasan Amerika Utara.
Di empat negara, Iran, Azerbaijan, Bahrain, dan Irak, Syi’ah merupakan mayoritas dari total populasi, karena persentasenya tertinggi.
Di Iran, Syi’ah berjumlah sekitar 66-70 juta atau 90 -95% dari seluruh populasi dengan persentase 37-40% jumlah komunitas Syi’ah sedunia. Selanjutnya, Azerbaijan ( 65-75%), tapi hanya 5-7 juta jiwa. Bahrain, mencapai 65-75% dari jumlah penduduk negera itu, tapi jumlahnya hanya 400.000 – 500.000 jiwa. Sedangkan Irak berpenduduk Syi’ah sekitar 65-70% atau sekitar 19-22 juta jiwa.
Bila dilihat dari jumlah komunitas Syi’ah tertinggi berada di Iran dengan jumlah populasi antara 66 s.d. 70 juta jiwa. Kemudian Pakistan, sekitar 17 – 26 juta jiwa. Disusul India , yaitu antara 16 s.d 24 juta jiwa adalah komunitas Syi’ah. Irak menempati urutan berikutnya, yaitu sekitar 19 – 22 juta jiwa. Sedangkan Turki berpenduduk Syi’ah sekitar 7 -11 juta jiwa, dan di Yaman tinggal komunitas Syi’ah sekitar 8 – 10 juta jiwa.
Negara-negara di Timur Tengah yang persentase populasi Syi’ahnya cukup tinggi tapi jumlah populasinya sedikit adalah Lebanon ( 45-55%), Kuwait ( 20-25%), Syria ( 15-20%), dan Saudi Arabia (10-15%).
Sedangakn di negara Eropa- Amerika yang persentasenya cukup tinggi adalah Latvia ( 25-35%), Swedia ( 20-40%), Georgia ( 15-25%), dan Lithuania (10-20%). Sedangkan Inggris, AS, Bulgaria, Jerman, dan Yunani, masing-masing sekitar 10-15% dari jumlah komunitas Muslimnya.
Bagaimana dengan Syi’ah di negeri kita ? Walaupun, konon jumlahnya semakin meningkat, tapi Pew Forum dalam laporannya memberikan estimasi kurang dari satu persen dari seluruh populasi Muslim di negara kita ini.
Populasi Muslim Dunia ( Part 4 of 4 ) : Lebih dari Separuh Muslim Eropa Adalah Penduduk Asli
Selama ini orang selalu beranggapan bahwa populasi Muslim Eropa adalah para imigran yang berasal dari negara-negara bekas jajahan. Memang ada benarnya, tapi itu hanya di Eropa bagian barat saja. “Sisanya di Russia, Albania, Kosovo, dan yang lainnya, adalah penduduk asli. Lebih dari separuh Muslim di Eropa adalah penduduk asli”, kata Allan Cooperman, Associate Director Pew Forum.Di Eropa Barat , komunitas Muslim merupakan imigran dan juga anak-anaknya yang lahir dan besar di Eropa. Mereka berdatangan dari Turki, Afrika Utara, dan Asia Selatan.
Pertumbuhan populasi Muslim dunia tercepat terjadi di benua Eropa, yang kini memiliki 38.112.000 penganut Islam atau sekitar 5,2 % dari total penduduk Eropa. Jumlah ini merupakan 2,4 % dari populasi Muslim dunia.
Jerman merupakan negara Eropa Barat dengan penduduk Muslimnya terbesar, yaitu 4.026.000 jiwa. Jumlah Muslim Jerman ini hampir menyamai populasi Muslim di seluruh negara benua Amerika, yaitu 4.596.000 jiwa, yang kebanyakan tinggal di Amerika Serikat , sebesar 2.454.000 jiwa.
Muslim Jerman juga jumlahnya lebih banyak dari Lebanon ( 2.504.000 jiwa ), sebuah negara Arab di Timur Tengah. Jerman juga berada pada urutan ke-9 dari sepuluh negara yang jumlah Muslimnya terbesar tapi merupakan warga minoritas.
Sedangkan Russia ( 16.482.000 jiwa ) di Eropa Timur merupakan yang terbesar jumlah Muslimnya di seluruh Eropa. Jumlah sebesar ini merupakan 43,2 % dari total Muslim Eropa. Muslim Russia lebih banyak dari gabungan jumlah Muslim Jordan ( 6.202.000 jiwa ) dan Libya ( 6.203.000 jiwa ), yang kedua-duanya termasuk negara Arab.
Russia berada pada urutan ke-4 terbesar, setelah India (160.945.000 jiwa ),Ethiopia ( 28.063.000 jiwa), dan China ( 21.667.000 ) dalam urutan sepuluh negara yang jumlah Muslimnya terbesar tapi sebagai warga minoritas.
Dari keseluruhan jumlah Muslim di Eropa , sekitar 60% adalah penduduk asli negara-negara tersebut. Kebanyakan Muslim di Russia, Albania, Kosovo, Bosnia-Herzogovina, dan Bulgaria adalah warga asli di negaranya.
Sedangkan Prancis memiliki persentase yang lebih tinggi daripada Jerman, namun warga Muslimnya hanya 3.554.000. Sekitar 6% warga Prancis adalah Muslim, dan Jerman hanya sekitar 5%. Sedangkan di Inggris tinggal komunitas Muslim kurang dari 2 juta jiwa, kurang dari 3% dari total populasi warga Inggris.
Negara-negara Eropa dengan tingkat konsentrasi Muslim tertinggi berada di Eropa bagian timur dan tengah, yaitu Kosovo ( 90%), Albania (80%), Bosnia-Herzogovina (40%) , Republik Macedonia ( 33%), Bulgaria ( 12% lebih ), dan Russia ( hampir 12%).
Beberapa bulan yang lalu, Daily Telegraph Inggris melaporkan tentang prediksi para ahli demografis tentang populasi Muslim di Eropa pada tahun 2050 yang diperkirakan mencapai 20% dari seluruh populasi benua itu.
Data demografis tentang tingkat pertumbuhan Muslim memperlihatkan bahwa meningkatnya jumlah populasi Muslim di negara-negara non-Muslim disebabkan terutama oleh imigrasi ( di negara-negara barat ) dan angka kelahiran yang lebih tinggi di seluruh dunia. Negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim memiliki angka pertumbuhan penduduk rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan angka pertumbuhan penduduk dunia hanya 1,12% per tahun.
Selain dua faktor di atas, pertumbuhan populasi Muslim juga disebabkan semakin banyaknya orang yang masuk agama Islam. Namun data mualaf ini sulit untuk diverifikasi.
New York Times pernah mengklaim bahwa 25% Muslim Amerika adalah mualaf. Di Inggirs juga ada klaim bahwa sekitar 10.000 sampai 20.000 orang menjadi Muslim tiap tahunnya.
Itulah barangkali yang menyebabkan berbagai pihak di negara-negara Barat melakukan berbagai upaya untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah Muslim dan upaya untuk melemahkan posisi komunitas Muslim secara politis, sosial, budaya maupun ekonomi.
Upaya itu dilakukan dengan cara-cara yang halus , vulgar, juga pembunuhan seperti beberapa waktu lalu di Jerman, bahkan penghancuran negara-negara Muslim , seperti Irak dan Afghanistan oleh rezim George W. Bush.
Walupun terus-menerus dilakukan propaganda negatif terhadap Islam, alih-alih masyarakat dunia takut terhadap Islam, yang terjadi justru sebaliknya. Sejak peristiwa 9/11, mereka semakin penasaran ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam. Dan, al-hamdulillah, banyak di antara mereka yang mendapatkan hidayah dan menjadi Muslim. Menariknya, selama George Bush berkuasa , data di Amerika menunjukkan populasi Muslim semakin bertambah .
sumber: http://senyumislam.wordpress.com/2012/07/23/populasi-muslim-di-dunia-muslim-population-in-the-world/
Populasi Muslim di Dunia (Muslim population in the world)
Populasi Muslim di Dunia (Muslim population in the world)
Posted by senyumislam
Populasi Muslim Dunia ( Part 1 ) : Hampir Seperempat Penduduk Dunia Adalah Muslim
Awal bulan Oktober ini, The Pew Forum on Religion & Public Life , sebuah lembaga riset dan survei terkemuka Amerika Serikat yang nonpartisan dan nonadvokasi , merilis laporan penelitiannya tentang Mapping the Global Muslim Populatian : A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population. Laporan ini merupakan sebuah studi demografis yang komprehensif dari 232 negara dan wilayah ( territory) selama tiga tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah 1,57 milyar penduduk Muslim di dunia saat ini, merepresentasikan 23 % dari penduduk dunia yang pada 2009 diperkirakan berjumlah sekitar 6,8 milyar. Dengan demikian, sekarang ini hampir satu dari setiap empat penduduk dunia beragama Islam atau hampir seperempat penduduk dunia adalah Muslim.
Dalam estimasi-estimasi sebelumnya, penduduk Muslim dunia diperkirapakn sekitar 1 sampai 1,8 milyar jiwa. Tetapi estimasi-estimasi ini lebih merupakan dugaan-dugaan tanpa sumber-sumber spesifik atau penjelasan tentang asal dan dan dasar estimasi.
Laporan ini berdasarkan penelitian yang melibatkan konsultan sekitar 50 demografer dan ahli sosial dari universitas dan pusat riset seluruh dunia. Para peneliti Pew Forum ini mengumpulkan dan menganalisis sekitar 1.500 sumber dan data kependudukan.
Populasi Muslim saat ini, 60 % lebih hidup di benua Asia, dan sekitar 20% di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tapi, Timur Tengah dan kawasan Afrika Utara memiliki pesentase tertinggi dari negara-negara mayoritas penduduknya Muslim. Setengahnya lebih dari 20 negara dan wilayah di kawasan ini memiliki populasi sekitar 95 % atau lebih penduduknya Muslim.
Dua pertiga umat Muslim dunia tinggal di 10 negara. Dari kesepuluh negara ini, enam di Asia ( Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Iran, dan Turki ), tiga di Afrika Utara ( Mesir, Algeria, dan Maroko ) dan satu negara di Sub-Sahara Afrika ( Nigeria ). Dari semua itu, Indonesia memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia, menurut estimasi berjumlah 202.867.000 jiwa, 88,2% dari seluruh penduduk negeri ini, atau 12,9% dari populasi Muslim dunia.
Pakistan , di urutan ke dua, berpenduduk 96,3% Muslim, yaitu 174.082.000 jiwa, atau 11,1% dari populasi Muslim dunia. Dan ke tiga, adalah India. Walaupun persentasenya hanya 13,4 % tapi jumlahnya ketiga terbesar dunia, yaitu 160.945.000 jiwa, atau 10,3% dari jumlah Muslim dunia.
Sementara itu, Bangladesh berpenduduk 145.312.000 Muslim, 89,6% dari keseluruhan penduduknya, atau 9,3% dari populasi Muslim dunia. Sedangkan dua negara Afrika menduduki urutan ke lima dan ke enam, yaitu Mesir dan Nigeria. Mesir berpenduduk 94,6% Muslim, yaitu 78.513.000 jiwa, atau 5,0% dari penduduk Muslim dunia. Dan Nigeria, 78.056.000 penduduknya Muslim, yaitu 50,4% atau 5,0% dari keseluruhan Muslim di dunia.
Dua negara Asia lainnya yang penduduk Muslimnya menduduki urutan ke tujuh dan ke delapan, yaitu Iran dan Turki. Iran berpenduduk 99,4% Muslim, yaitu 73.777.000 jiwa, atau 4,7% Muslim dunia. Sedangkan Turki jumlahnya hampir sama dengan Iran, yaitu 73.619.000 jiwa, hampir 98% dari seluruh penduduknya, dan 4,7% dari penganut Islam dunia.
Jumlah penduduk Muslim terbesar ke-9 dan ke-10 ditempati oleh dua negara Afrika Utara, yaitu Algeria dan Maroko. Algeria berpenduduk 98,0% Muslim atau 2,2% dari seluruh Muslim dunia, yaitu 34.199.000 jiwa. Sedangkan Maroko penduduknya hampir 99% adalah Muslim, yaitu 31.993.000 jiwa, tapi persentase dari populasi Muslim dunia kurang dari 2%.
Dari data-data tersebut, mungkin sebagian kalangan Muslim merasa senang dengan jumlah populasi yang begitu besar, karena secara demografis tidak bisa begitu saja diabaikan. Sebaliknya kalangan non-Muslim dan negara-negara tertentu, di Barat maupun di Asia merasa khawatir dengan jumlah yang besar itu, bahkan diperkirakan akan terus bertambah lebih besar.
Sementara itu, kita diingatkan oleh kekhawatiran Rasulullah SAW tentang jumlah Muslim yang begitu banyak tapi bagaikan buih di lautan , terombang-ambing tanpa arah, tidak jelas eksistensinya. Dan hal itu kita rasakan sekarang ini.
Hampir setiap negara Muslim saat ini menghadapi masalah besar dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang pendidikan, ekonomi, sosial politik, maupun keamanan. Dan semua itu mempengaruhi kulitas umat Muslim. Jadi jumlah populasi yang besar tidak sejalan dengan kualitas hidup penduduknya.
Untuk itu perlu diupayakan berbagai langkah besar agar populasi yang besar itu bisa sejalan dengan peningkatan kualitas hidup umat dalam segala aspek kehidupan. Dan itu semua menjadi tanggung jawab kaum Muslim sendiri, bukan siapa-siapa.
sumber: http://senyumislam.wordpress.com/2012/07/23/populasi-muslim-di-dunia-muslim-population-in-the-world/
Posisi Masyarakat Islam di Singapura Dewasa Ini
Posisi Masyarakat Islam di
Singapura Dewasa Ini
Menyadari
ketertinggalan mereka, pemerintah dan tokoh-tokoh Islam mengadakan berbagai
upaya peningkatan dalam berbagai aspek. Misalnya didirikannya beberapa
masjid-masjid baru di berbagai kompleks perumahan baru, selain itu banyak pula
didirikan lembaga-lembaga oleh pemerintah seperti lembaga pendidikan bagi
anak-anak islam, yang disebut MENDAKI dan beberapa lembaga sosial masyarakat
lainnya.
Upaya
pemerintah dan para tokoh muslim ini, akhirnya berdampak positif bagi
masyarakat muslim Singapura yang pada awalnya mengalami ketertinggalan. Misalnya
pada tahun 1990 masyarakat muslim Singapura sudah banyak yang berpendidikan
formal, seperti SD, SMP, SMA bahkan adapula yang bersekolah sampai perguruan
tinggi sampai mereka mendapatkan gelar Ph.D.
F. Penutup
Pada
mulanya negara Singapura disebut wilayah Tumasik menurut naskah Pararaton dari
kerajaan Majapahit, sedangkan dalam naskah Negarakertagama disebut Temasek yang
merupakan kota yang masuk dalam jajahan kerajaan Majapahit di Jawa dan termasuk
salah satu dari sepuluh daerah yang indah yang berada dibawah kekuasaan
kerajaan Majapahit.
Sejak
akhir abad ke- 14 sampai pada tahun 1511 M, Singapura menjadi wilayah bagian
dari kerajaan Malaka, sedangkan pada abad ke- 18 Singapura berada dibawah
kekuasaan kesultanan Johor, dengan seorang tumenggung sebagai kepala
pemerintahannya. Dan pada abad ke- 19, Singapura sudah menjadi pelabuhan
transit yang sangat penting karena jalurnya yang sangat strategis. Oleh karena
itu, pada tahun 1818 M gubernur jendral Inggris di India memerintahkan kepada
Sir Thomas Stamford Raffles untuk bisa merebut dan menguasai Singapura,
kemudian pada tahun 1824 sultan Johor dan Tumenggung Abdul Rahman menyerahkan
wilayah Singapura kepada Inggris dengan mendapatkan imbalan ganti rugi.
Wajah
Islam di Singapura tidak jauh berbeda dari wajah muslim di negeri jirannya
Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktek ibadah maupun dalam kultur
kehidupan sehari-hari, diperkirakan hal ini dipengaruhi oleh sisa warisan
Malaysia. Akan tetapi, sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti kapan
masuknya Islam ke Singapura tapi berdasarkan perkiraan sezaman dengan masa-masa
aktifnya para pedagang muslim berada di Malaka sekitar abad ke- 8.
Setelah
Singapura memisahkan diri dengan Malaysia, masyarakat muslim di Singapura
menjadi minoritas. Dalam bidang politik, masyarakat Melayu menyadari posisinya
yang minoritas, sehingga mereka mengambil garis moderat, loyal, dan
partisipatif. Namun kecurigaan dan memandang rendah pada etnis Melayu atau
masyarakat muslim Melayu kadang-kadang juga muncul. Menyadari ketertinggalannya
tersebut, pemerintah dan tokoh-tokoh Islam mengadakan berbagai upaya
peningkatan dalam berbagai aspek.
sumber:http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-terakhir-islam-di.html
Masuknya Islam dan Perkembanganya di Singapura
Masuknya Islam dan Perkembanganya
di Singapura
Selain
MUIS, ada pula lembaga yang khusus bergerak dalam bidang pendidikan yaitu
Majelis Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Dan adapula lembaga DANAMIS
yaitu Dana Perwalian Muslim yang bergerak dalam bidang pendanaan sosial ekonomi
umat, semacam koperasi dan lembaga keuangan non-pemerintah. Lembaga berikutnya
adalah Himpunan Dakwah Islam Singapura (JAMIYAH) dan Association of Muslim
Profesionals (AMP) yang didirikan pada bulan Oktober 1991, lembaga ini
berkeinginan untuk mewujudkan masyarakat muslim Singapura yang siap bersaing
secara terhormat untuk memasuki masa depan yang lebih baik.
sumber: http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-terakhir-islam-di.html
Sampai
sekarang belum dapat ditemukan bukti-bukti yang jelas kapan pertama kalinya
islam masuk ke Singapura, tetapi berdasarkan perkiraan sezaman dengan masa
aktifnya para pedagang muslim yang sudah ada di Malaka, Islam masuk ke
Singapura pada abad ke- 8 karena pada abad tersebut para pedagang muslim ini
telah sampai ke Kanton, China, yang kemungkinan besar akan selalu singgah di
pulau-pulau yang telah berpenduduk di semenanjung tanah Melayu ini. Disamping
sebagai pedagang, para muslim ini tampaknya telah menjadi guru-guru agama serta
imam di tengah-tengah kelompok masyarakat setempat, mereka mengajarkan
Al-Qur’an dan mendirikan madrasah-madrasah sehingga orang-orang kampung senang
pada kegiatan semacam itu, dan tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya
menikah dan memperistri penduduk setempat.
Perilaku kehidupan sehari-hari keluarga
muslim melayu di Singapura adalah pencerminan yang sangat kuat dari pengaruh
guru-guru agama dan imam-imam masjid. Mereka terbiasa dalam kegiatan-kegiatan
ritual keagamaan dan sosial secara kolektif, mayoritas masyarakat Singapura
bermazhab syafi’iyah dan sebagian kecil syi’ah.
Pada
pertengahan abad ke-19, di Makkah berkembang Tarekat Naqsyabandiyah dan
berkembang juga pada akhirnya di Semenanjung Melayu, termasuk singapura dan di
Nusantara khususnya. Syekh Abdul Karim asal Banten merupakan tokoh TQN di
Singapura abad ke-19.
Di Semenanjung tanah Melayu ini, dan khususnya
Singapura, kehidupan tasyawuf sangat kental bagi mayoritas penduduknya. Dengan
demikian, secara umum karakteristik Islam Asia Tenggara, ciri yang paling
menonjol adalah kehidupan tasyawuf dangan berbagai pola tarekatnya. Bukan
berarti hal ini mereka tidak mengenal dasar-dasar Islam secara fundamental,
tapi justru pola kehidupan tasawuf yang diajarkan oleh guru-guru Agama di
surau-surau, pesantren, dan pondok-pondok sufi di Semenanjung Melayu ini,
doktrin-doktrin syariat mereka menyatukan pengajaran dan pengalamannya dengan
nilai-nilai hakikatnya. Dengan demikian, berbicara penyebaran Islam di
Semenanjung Melayu dan Nusantara, berarti membicarakan pola-pola penyebaran
tarekat sufi didalamnya.
Di Singapura tarekat
yang paling tua di kenal di daerah ini dalah Tarekat ‘Alawiyah yang berpusat di
Masjid Ba’alami, yang dulu dikembangkan oleh Muhamad bin ‘Ali Ba’alawi.
sekarang masih dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhamad bin Salim al-Attas. Tarekat
ini mengamalkan ritual “Ratib Abdul Rahma” setiap hari kamis malam jum’at
setelah shalat magrib, sebagian besar masyarakat berbondong-bondong membawa air
dibotol yang disimpan di depan mihrab masjid, untuk dilakukan doa bersama,
setelah itu mereka gunakan untuk keperluan tabaruk, seperti untuk orang sakit,
keberkahan hidup dan sebagainya.
Pada
masa-masa sekarang Tarekat Qodariyah- Naqsabandiyah (TQN) asal pondok pesantren
Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat lebih populer dikalangan masyarakat muslim di
Singapura. Tarekat ini dikembangkan oleh Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul’arifin
di Tasikmalaya, kemudian dikembangkan di daerah ini oleh Haji Ali bin Muhammad,
sebagai wakil talkinnya. Beliau sebagai putra daerah yang memiliki kapasitas
pengetahuan agama Islam yang kuat secara akademik, sebagai alumni pada Madrsah
al-Junaid di Singapura.
Kedua
kelompok masyarakat tarekat ini telah menarik minat para pemuda pemudi untuk
menjalankan pengalamannya. Sekalipun demikian ada juga beberapa jenis tarekat
yang juga dianut oleh masyarakat muslim Singapura, di antaranya Tarekat Syadziliyah,
Idrisiyah Samaniyah, Darwaqiyah, dan Rifai’yah, disamping itu ada pula jenis
tarekat asal India yakni Tarekat Nuri Syah Chesty al-Qadiriyah dan tarekat ini
banyak bercampur dengan tradisi India. Masyrakat muslim Singapura sekalipun
hidup di tengah kota metropolitan dunia, penghormatan pada makam-makam para
ulama sangat bagus. Mereka biasa menziarahi makam-makam Syekh tarekat, dan
biasa mengadakan khaul pada waktu-waktu tertentu di tempat-tempat seperti itu,
seperti makam Habib Nuh di Palmer Road, Singapura.
Posisi
strategis Singapura dalam bidang ekonomi dan posisi politik umat Islam yang
semakin terjepit telah menyebabkan pembaruan pemikiran dalam masyarakat Melayu
dan muslim Singapura. Pada awal abad XIX, muncul jurnalisme Melayu dan
aktivitas penerbitan buku-buku di Singapura. Misalnya buku-buku karangan Abdus
Samad al-Palimbani, seorang ulama terkenal dari Sumatra Selatan terbit disini,
dua karangannya Hidayah as-Salikin fi
Suluk Maslak al-Muttaqin (sebuah kitab tasawuf yang berisi penjelasan
tentang wihdatul wujud) dan Sair
as-Salikin ila ‘badah Rabb al-‘alamin (buku yang menjelaskan hubungan dan
kaitan antara tasawuf dan Syariah), keduanya ditulis dengan bahasa Melayu
aksara Jawi (Arab-Melayu).
Pada
tahun 1906, terbit majalah bulanan berbahasa Melayu Al-Imam: Majalah Pelajaran Pengetahuan Perkhabaran oleh
Syekh Muhamad Thahir Jalaluddin dkk. Majalah ini di Ilhami dan diwarnai oleh
majalah Al-Manar yang terbit di
Mesir. Penerbitan majalah ini banyak mempengaruhi pemikiran dan kemajuan
masyarakat Melayu di Nusantara, karenanya kemudian diikuti oleh banyak
penerbitan diwilayah sekitarnya.
Dalam
bidang politik, masyarakat Melayu menyadari posisinya yang minoritas, sehingga meraka mengambil garis moderat,
loyal dan partisipatif. Kebanyakan umat Islam mendukung partai People Action
Party (PAP), partai ini sejak Singapura merdeka selalu mendominasi kekuasaan di
Singapura. Sekalipun demikian, kecurigaan dan memandang rendah pada etnis
Melayu kadang-kadang juga muncul. Misalnya, pada mei 1987, Mentri Pertahanan
Singapura secara terbuka menyatakan bahwa portofolio penting pada Singapura
Armed Forces tidak mungkin diserahkan pada orang Melayu, karena mereka dianggap
kurang mahir, kurang loyal, dan kurang professional.
Dalam
bidang pendidikan, karena mutu lulusan madrasah atau sekolah Islam lainnya
dianggap tidak setingkat dengan lulusan sekolah umum pemerintah, ada keinginan
pemerintah untuk memasukan pelajaran umum dengan kuantitas dan kualitas yang
sama dengan sekolah pemerintah. Rencana ini disambut dengan reaksi tokoh-tokoh
Melayu dan muslim Singapura. Ada yang mencurigai rencana ini untuk
menghilangkan identitas, ruh, dan warna kemelayuan-keislaman mereka, sehingga
mereka kehilangan identitas dan tercabut dari akar budayanya, tetapi tidak
kurang juga ada yang dapat memahami dan akhirnya menerima rencana ini.
D. Lembaga dan Aktivitas Keagamaan
Islam di Singapura
Pembentukan
kelembagaan keagamaan pertama bermula sejak 1880, ketika dibentuk jabatan Qadi (Hakim Agama), yang didasarkan pada
Ordonansi Perkawinan Pengikut Muhammad. Selanjutnya
masalah-masalah yang muncul dikalangan
internal umat Islam atau dengan umat agama lain diurus oleh Moslems and Hindu Endowment Board, pada
tahun 1906. Anehnya sampai dengan tahun 1948 tidak seorang muslim pun bekerja
dilembaga ini. Sampai dibubarkan pada tahun 1968, dewan ini terdiri dari:
pengacara umum, tiga orang wakil umat Islam, tiga wakil umat Hindu, satu
Persia, dan bendahara umum yang juga bertugas sebagai sekretaris dewan.
Oleh
karena posisi Singapura sebagai transit pemberangkatan dan kedatangan jama’ah
Haji di seluruh Nusantara, pemerintah
Inggris kemudian mengatur dan mengambil keuntungan ekonomi dari pengaturan
perjalanan Haji sejak tahun 1889, dan pada tahun 1905 mengadakan “Ordonasi”
Pengawasan Agen Perantara Perjalanan Haji”. Kemudian pada tahun 1915, untuk
mengurus masalah sosial keagamaan masyarakat muslim Singapura, dibentuk Lembaga
Penasihat Orang-orang Islam. Lembaga ini bertugas dan berwenang megurus dan
menyelesaikan masalah perkawinan, penentuan awal puasa dan hari raya,
memberikan pertimbangan pada pemerintah Inggris. Semula lembaga ini dipimpin
oleh orang Inggris, dengan beberapa anggota orang Islam, tetapi kemudian secara
bertahap mulai tahun 1928 lembaga ini dipimpin oleh seorang muslim, yakni
Hafizuddin S. Moonshi. Penetapan dan hak mengeluarkan fatwa pada mulanya hanya
oleh Mufti Besar kerjaan Johor dan didampingi oleh Qadi Singapura. Akan tetapi, untuk kemudian dipegang sendiri oleh
Mufti Singapura, yang mengepalai komisi fatwa (fatwa comtte) secara kolektif.
Pada
tahun 1968, pemerintahan Singapura membentuk lembaga Majelis Ugama Islam
Singapura (MUIS) yang dibentuk berdasarkan “ Akta Pentadbiran Hukum Islam 1966
(AMLA)” pada bulan Agustus tahun 1966. MUIS yang terdiri dari seorang ketua dan
7 orang anggota, tugas utamanya adalah untuk menasehati presiden Singapura
mengenai hal ehwal Islam.
sumber: http://ajiraksa.blogspot.com/2012/06/perkembangan-terakhir-islam-di.html
ALIF TERKINI Subhanallah, Perempuan Inggris Memeluk Islam karena Hidayah Silaturahim Bahagiakan Mualaf India Waspadai Romansa Dunia! Terpesona Alquran, Jared: Kebenaran Itu Ada pada Islam 3.000 Pelajar Kota Bogor Belajar Menulis Alquran TERPOPULER Utang di Mata Rasulullah SAW Akhirat 2 Menit 6 Detik Mualaf Inggris Muncul dalam Tv Dokumenter Terpesona Alquran, Jared: Kebenaran Itu Ada pada Islam Kristiane Backer, Alquran Sarat dengan Hal-hal Rasional (1) TERKOMENTARI Beijing Buat Daftar Hitam Pemilik Janggut Akhirat 2 Menit 6 Detik Empat Maskapai Siap Angkut Jamaah Haji 2013 Tempat Ibadah di Mall Dinilai Memprihatinkan Umat Islam Butuh Penanggalan Internasional Home > Alif > Nusantara Dibanding Malaysia, Islam di Indonesia Miliki Kekuatan Moral
Perkembangan Islam di Indonesia tergantung pada umat muslimnya sendiri. Sebab, negara tidak menjamin eksistensi agama Islam di Tanah Air. Islam dibiarkan pasang surut oleh umatnya sendiri.
Kondisi tersebut berbeda dengan umat muslim di Malaysia dan Brunei Darussalam. Di kedua negara itu, eksistensi Islam dijamin oleh pemerintah dengan konstitusi. Bahkan, secara tegas negara hanya mengakui Islam yang diterima adalah Islam Ahlussunnah wal Jama'ah, yaitu ajaran agama yang menyandarkan ajaran pada Alquran dan hadis.
Kondisi ini, menurut Rois Syariah PBNU, Masdar F Mas'udi, mendatangkan keuntungan dan kerugian masing-masing. Dengan tidak adanya jaminan eksistensi negara dalam perkembangan Islam, kata Masdar, justru membuat umat muslim di Indonesia memiliki semangat untuk menjamin dirinya sendiri.
Caranya, kata dia, yaitu dengan mengonsolidasikan umatnya sendiri menjadi berbagai organisasi masyarakat Islam. Seperti, kata dia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, maupun yang lainnya. Sebab tidak ada yang menjamin esksistensi agama selain umatnya.
"Agama yang tidak dijamin eksistensinya oleh negara akan menjadi kekuatan moral," kata Masdar dalam Seminar Internasional Ahlussunnah wal Jama'ah di Hotel Aston Marine, Jakarta, Selasa (11/12).
Masdar menambahkan, hal sebaliknya terjadi di negara yang dijamin eksistensi agamanya oleh konstitusi, seperti di Malaysia, kekuatan moral tidak akan tumbuh di negara tersebut. Hal ini disebabkan oleh negara yang sudah menjamin eksistensi agama Islam.
Masyarakat akan menggantungkan perkembangan Islam pada Negara. Pertanyaannya, tambah dia, seberapa lama negara mampu memproteksi agamanya. Sebab, hampir di semua negara sudah mengalami tantangan yang sama, yaitu masalah pluralisme dan demokratisasi.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/12/12/11/mev7v8-dibanding-malaysia-islam-di-indonesia-miliki-kekuatan-moral
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya
sebagian besar beragama Islam, sehingga sudah selayaknya menempatkan diri dalam
membangun peradaban islam. Mau tidak mau suatu peradaban tersebut akan
terbentuk oleh umatnya.
Perkembangan Islam yang ada di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh perkembangan Islam di belahan bumi lain. Membaca Islam
yang di Indonesia rasanya cukup penting. Sebab, dari hasil pembacaan itu kita
sebagai umat islam dapat mengetahui akan bagaimana perkembangan islam di
indonesia setelah islam mengalami beberapa fase perubahan dari waktu ke waktu.
Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan
perkembangan islam di indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam
masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan, dan kondisi yang sekarang kita
alami di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang
meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.
Dalam makalah ini kita hanya membatasi pada
keadaan islam di masa sekarang (kontemporer). Namun, tetap akan dipaparkan alur
sejarahnya secara singkat. Demi mengetahui historisitasnya. Sebab, dalam
perjalanannya islam di indonesia banyak sekali mangalami akulturasi dan ikut
berperan dalam perubahan keadaan Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Perjalanan
Peta Politik Islam Indonesia
Islam mulai memasuki wilayah politik indonesia sejak pertama
kali negara indonesia mengadakan pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat
suatu wadah, yaitu mendirikan partai politik. Pada waktu itu partai yang
berasaskan islam yaitu ada dua pertama, Partai Masyumi dan
Partai NU. Melalui wadah ini umat islam memainkan perannya sebagai seorang
politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai islam. Dalam tesis Harun Nasution
yang berjudul The Islamic State in Indonesia. The Rise of the Ideology,
the Movement for its Creation and the Theory of the Masjumi, beliau
mengemukakan bahwa ada perbedaan besar antara NU dan Masyumi. Kaum modernis di
dalam Masyumi pada umumnya mereka hendak membangun suatu masyarakat muslim dan
sebagai akibatnya mereka mengharapkan suatu negara islam. Kelompok yang
diwakili NU lebih sering memperjuangkan suatu Negara sebagai langkah pertama
dan melalui negara islam ini mereka hendak mewujudkan suatu masyarakat islam
(hlm. 76-77). Suatu perbedaan lain adalah, bahwa ulama mendapat kedudukan yang
penting dalam organisasi negara konsep NU, sedangkan posisi mereka tidak begitu
menonjol dalam pemikiran kaum Masyumi (92).
Setelah jatuhnya orde lama dan berganti orde baru, peran politik
islam dalam negara Indonesia cenderung mengalami kemunduran. Disebabkan karena
adanya usaha represif terhadap partai politik yang berhaluan islam, yang
dilakukan oleh penguasa pada waktu itu karena ketakutan akan kehilangan
kekuasaannya. Selama kekuasaan orde baru hanya ada tiga partai yang diakui dan
boleh ikut dalam pemilu. Dan partai yang berasas islam pada waktu itu adalah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adanya usaha represif yang dilakukan oleh rezim orde baru, yang
berkuasa selama 32 tahun, rupanya menimbulkan kekecewaan pada banyak pihak.
Puncak dari keramahan tersebut adalah dengan turunnya mahasiswa ke jalan dan
menduduki gedung DPR-MPR. Yang dimotori oleh mahasiswa UIN, UGM, dan UI. Dampak
dari demonstrasi tersebut membuat semakin memudarnya legitimasi politik rezim
orde baru, sehingga pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan
diri dari kursi kepresidenan.
Babak baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada
pemilu yang dilangsungkan tahun 1999, organisasi islam banyak mendirikan partai
politik yang berasaskan islam dan atau berbasis umat islam. Diantaranya: PPP,
PAN, PKB, PNU, PBB, PK sekarang PKS, dll. Pada masa itu simbol-simbol agama
sangat mewarnai kancah perpolitikan indonesia. Simbol-simbol keagamaan yang
diekspresikan apparatus birokrasi, tentu memiliki makna sosial. Bisa jadi ia merupakan
representasi dari kesalehan dan kesadaran spiritual apparatus birokrasi, tetapi
juga bukan mustahil ia juga bisa berubah menjadi sumber pengumpulan legitimasi.
Hasil dari pemilu tahun 1999 tersebut membawa Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menjadi presiden RI ke-4.
Sejak pemilu tahun 1999 sampai dengan sekarang, umat islam mulai
kebingungan akan pilihan yang harus ia pegang. Sebab, semuanya mengaku bernafas
islam dan mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh partai politik-pun banyak
mengalami perebutan kepemimpinan dan atau pecah menjadi beberapa partai.
Perubahan setting politik pasca-Orde Baru tanpa diduga memberi
ruang bagi berkembangnya wacana penegakkan syariat islam di indonesia. Seperti
yang telah dilakukan oleh Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan
penggunaan syariat islam.
B. Perkembangan
Budaya Pemikiran Islam di Indonesia
Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi.
Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan,
nyanyian, musik, kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep
epistemologi dari sistem pengetahuan masyarakatnya. Budaya islam mulai masuk ke
Nusantara pada saat pembawa ajaran islam (mubalig) datang ke indonesia dengan
membawa kebudayaan yang berasal dari daerah mereka masing-masing. Cara yang di
gunakan oleh para mubalig, pada waktu itu adalah melalui transformasi budaya.
Hal ini dilakukan, karena sebelum agama Islam masuk ke indonesia telah ada
agama Hindu dan ajaran Budha.
Pesatnya pengaruh pemikiran yang berasal dari luar indonesia banyak
sekali membawa perubahan terhadap pola pikir budaya umat islam di indonesia.
Seperti munculnya aliran Jaringan Islam Liberal (JIL), Front Pembela Islam
(FPI), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan lain sebagainya. Adanya berbagai
aliran ini dilatarbekalangi oleh adanya kesadaran kritis, yaitu kessadaran yang
menolak dominan dalam budaya keagamaan indonesia yang cenderung sarat dengan
kepentingan, tunduk pada etos konsumerisme, menopang tatanan yang ada, atau
malahan mengambil keuntungan darinya.
Perguruan tinggi membawa perubahan banyak terhadap pemikiran di
indonesia. Sebab, dalam sejarah kita melihat bahwa gerbong pemikkiran Islam di
Indonesia di mulai dari IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidatullah. Diantara tokoh-tokoh pembahruan pemikiran islam
tersebut adalah Harun Nasution, Nurcholish Madjid, A. Mukti Ali, dll.
Adanya perubahan pola pikir tersebut disebabkan oleh empat hal,
antara lain oleh
1.
Faham tauhid yang dianut kaum
muslimin telah bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh
tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa
pada kekufuran;
2.
Sifat jumud membuat umat islam berhenti
berpikir dan berusaha. Umat islam maju pada zaman klasik karena mereka
mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selama umat Islam masih
bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan;
3.
Umat Islam selalu berpecah-pecah, maka umat
islam tidak akan mengalami kemajuan;
4.
Hasil kontak yang terjadi antara dunia islam
dengan barat.
C. Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia
Pendidikan islam adalah pendidikan yang teori-teorinya disusun
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Pada awal kemerdekaan pendidikan islam
dianggap sebagai musuh oleh kaum penjajah. Sebab, pendidikan islam kerap
mengjarkan melawan akan kebatilan yang dilakukan oleh para penajajah. Kini
pendidikan islam berkembang subur, laksana rumput ditanah yang luas tersiram
air hujan. Tumbuh tiada terbendung.
Kemajuan dari poendidikan islam di indonesia dapat kita lihat
dari; semakin luasnya persebaran pondok pesantren, yang merupakan basis
penyebaran islam di indonesia. Sebutan pesantren hanya dipakai di pulau Jawa.
Sementara di daerah lain, istilah ‘pesantren’ untuk di Aceh dikenal dengan
sebutan dayah, di padang dengan istilah suarau.
Disamping pesantren, lembaga formal pendidikan islam-pun, mulai
banyak bermunculan di Indonesia. Dari mulai; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Perguruan Tinggi Islam. Walupun dari segi
kuantitas banyak. Akan tetapi, kalau kita melihat dari segi kualitas belum
tentu sebanyak jumlahnya. Contohnya, pada pencapaian nilai UAN sekolah yang
yang mencapai nilai tertinggi rata-rata dari sekolah non-islam. Disamping lembaga
pendidikan berupa sekolah dan Strata-1, Program pasca sarjana pun mulai tahun
1982 dibuka di IAIN.
PENDAHULUAN
Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Makah adalah sebuah kota
yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik
karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan
yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya
Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Makkah kelihatan
makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas
kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.
Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk jazirah Arab dapat
dibagi menjadi menjadi dua golongan besar yaitu : Qahthaniyun (keturunan
Qahthan) dan Adnaniyun (keturunan Ismail Ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah
utara diduduki golongan Adnaniyun, dan wilayah selatan didiami golongan
Qahthaniyun. Akan tetapi lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena
perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya .[1]
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimanakah
keadaan sosial Makkah sebelum islam?
B.
Bagaimanakah
keadaan Makkah setelah Islam masuk ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Sosial
Kota Mekah merupakan tempat yang dipandang suci oleh
seluruh bangsa Arab. Kota Mekah sejak awal didirikan telah mengenal sistem
pemerintahan.Beberapa suku pernah memegang kekuasaan atas kota Mekah, yaitu
suku Amaliqah (sebelum Nabi Ismail dilahirkan), suku Jurhum, dan suku Khuza’ah
(440 M). Suku Khuza’ah yang mengambil kekuasaan Mekah dari suku Jurhum
mendirikan Darun Nadwah, yaitu tempat untuk bermusyawarah bagi penduduk Mekah
di bawah pengawasan Qushai.
1)
Jahiliyah
Konteks sosial masyarakat Makkah Pra Islam yaitu Jahiliyah. Bagi
sebagian kalangan jailiyah di artikan sebagai komunitas orang yang bodoh. Namun
Muhammad al Jabiry membantah pandangan tersebut, karena masyarakat pra islam sudah
mempunyai kebudayaan sendiri.
Masyarakat jahiliyah hidup sebagaimana layaknya masyarakat yang
lain. hanya saja sistem hidupnya ditentukan sejauhmana otoritas kesukuan dan
kekuasaan ekonomi mempengaruhi sebuah tatanan sosial. Tidak adanya norma hukum
dan nabi di tengah-tengah kalangan Quraysh telah menyebabkab munculnya konflik
diantara mereka. Maka pada saat itu dikenal dengan istilah Ayyam al-‘Arab (Hari-hari
orang arab). Menurut Hitti, tradisi ini mengisahkan tentang permusuhan antar
suku yang disebabkan oleh persengketaan dalam soal hewan ternak, padang rumput
dan mata air.
Ada 3 kelompok masyarakat jahiliyah yaitu : Pertama, masyarakat
pagan yang nomaden. Mereka adalah kelompok yang kaya dan mempunyai tradisi
keberagaman yang amat beragam. Tradisi mereka yang nomaden masih memberikan
ruang untuk mencari agam yang memberikan
mereka solusi terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Kedua, masyarakat pagan yang menetap, jika dibandingkan dengan
masyarakat pagan yang nomaden, mereka yang menetap ini lebih religius. Dari
segi keyakinan mereka dikenal sebagai penyembah berhala. Kelompok ketiga yaitu
mereka yang meyakini adanya tuhan tetapi mereka tidak menafikan keberadaan
kelompok lain.[2]
Masyarakat baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya
kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam
suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk
Kabilah. Beberapa kelompok Kabilah membentuk Suku dan dipimpin oleh seorang
Syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau
solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Mereka suka berperang oleh karena itu peperngan antar suku sering sekali
terjadi. Sikap ini tampaknya sudah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam
diri masyarakat Arab. Karena itu perang antar suku sering terjadi. Dalam
masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah.
Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan yang terus menerus.[3]
2)
Pusat
perdagangan
Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan orang Arab adalah
perdagangan dan bisnis. Orang-orang Arab di masa jahiliyah sangat dikenal
dengan bisnis dan perdagangannya. Perdagangan menjadi darah daging orang-orang
Arab.[4]
Ada Tiga alasan yang menyebabkan Makkah menjadi salah pusat
perdagangan : Pertama, Ka’bah sebagai tempat suci yang membuat setiap orang
terkesanuntuk mengunjunginya. Kedua, air Zamzam, kita tahu timur tengah adalah
tempat yang tandus, yang tidak mudah untuk mendapatkan air. Maka, keberadaaan
sumber air zamzam dengan nilai kesejarahannya yang sangat luar biasa menjadi
pemikat banyak orang untuk mendatanginya. Ketiga,Makkah adalah tempat yang
menjamin keamanan dan kenyamanan. Mereka yang datang ke Makkah dilarang untuk
menumpahkan darah. Untuk
memuliakan dan menghormati Ka’bah.[5]
3)
Pusat
peradaban
Kultur yang berkembang pada masyaakat Arab pada umumnya adalah
kultur klenik. Dan dikenal dengan ilmu pengetahuan dan filsafatnya. Bahasa
merupakan yang penting dalam pembentukan kebudayaan orang-orang Makkah
Pra-Islam. Karena dengan bahasa mereka mampu menjalin kerjasama dengan
masyarakat Arab lainnya diluar Makkah. Disamping itu Syair merupakan salah satu
kekuatan tersendiri, karena hal tersebut sebagai cara untuk mengekspresikan
perasaan orang Arab. Para penyair di anggap sebagai salah satu kelompok yang
menyuarakan perasaan mereka. Karya sastra Pra-Islam yang sangat populer antara
lain al-Muallaqaat, karya Abu Tamam, al-Aghani, Mukhtaridat karya
Ibnu al-Syajari dan karya lain-lainnya.[6]
B.
Arab Setelah Islam
1.
Kelahiran
dan Empat Puluh Tahun Sebelum Nubuwah
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada 12 Rabi’ul Awal 570 M. Ayahnya
Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim seorang kepala suku Quraisy yang besar
pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab bin Bani Zuhrah.[7]Selagi nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan ibunya, Ayahnya
telah meninggal dunia di kota Yatsrib (Madinah).[8] Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah
Sa’diyyah. Dalam asuhannya Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setalah
berusia enam tahun Beliau menjadi Yatim piatu karena ditinggal oleh ibunya.
Setelah aminah meninggal. Abdul muthalib mengambil alih
tanggungjawab merawat Muhammad. Namun dua tahun kemudian Abdul Muthalib
meninggal dunia. Tanggungjawab selanjutnya beralih kepada panamnya, Abu Thalib.
Seperti juga Abdil Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy
dan penduduk Makkah, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda Muhammad hidup sebagai pengembala kambing. Melalui
pengembalaan ini dia menemukan tempat berpikir dan termenung. Pemikiran dan
perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi. Sehingga ia
terhindar dari segala macam noda yang yang dapat merusak namanya, karena itu
sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpercaya.
Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke
Syiria dalam usia 12 tahun. Dalam perjalanan ini, di Busra sebelah selatan
Syiria ia bertemu dengan pendeta kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat
tanda-tanda kenabian pada Muhammad. Pada usia yang ke 25, Muhammad berangkat ke
Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya yang telah menjanda,
Khadijah. Dalam perdagangan ini Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah
kemudian melamarnya, lamaran itu diterima dan pernikahannya segera
dilaksanakan. Khadijah adalah wanita pertama yang masuk islam dan banyak
membentu nabi Muhammad dalam perjuangan menyebarkan islam. Dalam pernikahan itu
mereka dikaruniai enam orang anak, dua
putra empat putri : Qasyim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum, dan
fatimah. [9]
2. Bangsa Arab Sebelum Fathul Mekah
Ketika Islam pertama kali disiarkan oleh nabi Muhammad
SAW secara terang-terangan,bangsa Arab melakukan penolakan. Terutama kaum
Quraisy yang sangat tidak menerima agama baru yang di bawa oleh nabi Muhammad
SAW. Mereka tetap berpendapat bahwa kepercayaan watsanilah yang paling benar. Karena
kepercayaan tersebut menupakan warisan dari nenek moyang mereka. Kaum Quraisy
berpendapat bahwa kepercayaan yang telah di anut oleh nenek moyang mereka itu
telah cukup untuk mereka. Bahkan mereka menyeru nabi Muhammad untuk tidak
menyiarkan Islam dan kembali pada kepercayaan Watsani.
Perilaku bangsa Arab pada masa sebelum fatahul Mekah, belum
terdapat perubahan yang besar. Mereka masih saja melakukan kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah. Hanya beberapa orang yang masuk Islam saja yang mengalami
perubahan-perubahan perilaku. Sedangkan sebagian besar bangsa Arab yang belum
masuk Islam tetap meneruskan kebiasaan-kebiasaan mereka. Pada waktu ini nabi
Muhammad SAW mendapatkan tantangan yang sangat berat dalam menyebarkan Islam.[10]
3. Bangsa Arab Setelah Fathul Mekah
Setelah terjadinya penaklukkan terhadap kota Mekah, penduduk
kota tersebut yang masih menganut kepercayaan watsani tiba-tiba berbondong-bondong
menyatakan bahwa mereka masuk Islam.
Maka sejak itu terjadi perubahan-perubahan yang besar
terhadap mereka baik dari segi watak, budaya dan kepercayaan. Dari segi watak, perubahan
yang terjadi yaitu bangsa Arab yang semula sangat bangga dengan kabila, darah
dan turunannya masing-masing maka ketika Islam telah menjadi agama yang mereka
anut mereka dipersatukan di atas suatu bendera dengan satu nama yaitu Islam.[11]
Sehingga bangsa Arab saat itu saling menghormati satu
sama lain dan karena itu pula perselisihan-perselisihan antar kabilah yang
sering terjadi pada masa jahiliyah dapat dihindarkan.Islam juga mengajarkan
untuk saling menyayangi satu sama lain ,menyambung tali silaturahim dan
bertetangga dengan baik.[12]
Dilihat dari segi budaya,perubahan yang terjadi ialah:
·
Bangsa Arab yang semula sangat gemar melantunkan dan mendengarkan
syair-syair para penyair di pasar Ukaz pada zaman Islam, mereka asik membaca
Qur'an siang dan malam.
·
Kebiasaan meratap yang sering dilakukan pada masa jahiliah mereka
tinggalkan. Karena agama Islam telah melarang perbuatan meratap.
·
Pada zaman Islam, bangsa Arab juga
telah merubah kebiasaan mereka yang suka membunuh anak perempuan yang baru
lahir.
·
Terhapusnya sistem perbudakan karena dalam Islam semua orang memiliki hak
yang sama.
·
Adanya pengaturan terhadap
pernikahan. Sehingga kebiasaan mengawini janda bekas ayah yang dilakukan oleh
masyarakat jahiliah dilarang.[13]
Perubahan-perubahan yang dibawa Islam dalam sistem
kepercayaan bangsa Arab sangat jelas terlihat. Bangsa Arab tidak lagi menyembah
berhala, matahari dan bulan. Mereka mengamalkan ajaran-ajaran islam seperti : salat,
puasa, membayar zakat, dan berhaji.[14]
sumber: http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/kondisi-sosial-masyarakat-makah-sebelum.html
sumber: http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/kondisi-sosial-masyarakat-makah-sebelum.html
Langganan:
Postingan (Atom)