Senin, 11 Maret 2013
kondisi umat islam saat ini dan akar permasalahan nya(sebuah pandangan terhadap perpecahan umat)
Islam pernah menjadi sebuah kejayaan dan kebesaran peradaban umat.
Lutfi, dalam Hammid (2006) menjelaskan, dinasti Abbasyiah membawa islam
sebagai sebuah agama dan peradaban yang sangat terkenal dan masyur
dimasanya. Harun Al Rasyid, beliau adalah khalifah dinasti Abbasiyah,
berkuasa pada tahun 786. Beliau mampu membawa kejayaan islam terutama
dalam bidang ilmu dan teknologi. Masa itu lahirlah para ilmuan besar
seperti ibnu sina (Avicenna). Pada masa dinasti Utsmaniah (abad 14),
wilayah kekuasaan islam juga sangat luas hingga wilayah eropa, yaitu
spanyol dan prancis.
Kejayaan tersebut saat ini menjadi sebuah kenangan dan cerita sejarah yang membanggakan ditengah kondisi umat islam di Indonesia yang “terpuruk”. Hal ini bukan tanpa sebab, secara umum penulis melihat ada dua penyebab “terpuruk”nya umat islam di negeri ini. Pertama kelemahan internal, umat sudah jauh dari Al-quran dan Hadits. Kedua adalah peng-kondisian yang sengaja terus diupayakan oleh orang-orang, kelompok serta Negara yang sangat membenci Islam.
Kelemahan Internal, Umat Sudah Jauh dari Al-Quran dan Hadits
Bagian ini akan mengulas tentang latar belakang sebab mengapa umat Islam (khususnya di Indonesia) jauh dari Al-Quran dan Hadits. Tentunya ulasan yang diketengahkan adalah dari tinjauan sudut pandang penulis. Tinjauan tersebut terbagi yaitu, berdasar latar sejarah Islamisasi Jawa dan berdasar isu perbedaan mazhab.
a. Tinjauan Sejarah Islamisasi Jawa.
Sebelum Islam masuk dan dikenal di Indonesia (jawa), Masyarakat merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha yang cukup kuat. Dua agama ini adalah pengubah masyarakat yang dahulunya penganut Animisme. Islam mulai masuk di tanah jawa sekitar tahun 1028M, bukti ini diperkuat dengan ditemukannya makam Fatimah Binti Maimun di daerah gresik. Simon (2004), menjelaskan perkembangan Islam sangat pesat ketika era Wali Songo mulai masuk dan mensyiarkan Islam pada sekitar abad 14M. Rentang waktu ±368 tahun (angka tahun dimakam Fatimah binti Maimun dengan masuknya wali songo) agama Islam tidak berkembang. Kondisi ini diberitakan oleh para saudagar Gujarat pada Sultan Muhammad (Abdul Hamid 1), beliau adalah penguasa Turki sekitar abad 14M. Dibentuklah sebuah tim yang beranggotakan 9 orang untuk mesyiarkan islam dan juga memiliki misi membantu memulihkan kondisi Jawa yang hancur akibat perang paregreg. Dijelaskan oleh Wijisaksono, dalam Simon (2004), kesembilan orang tersebut adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Sembilan orang ini dikenal dengan walisongo generasi 1 (versi non-Jawa). Yang tersebar luas selama ini adalah cerita walisongo versi jawa. Versi ini dipenuhi oleh cerita mistik yang tidak dapat dijadikan acuan sejarah ilmiah. Ada dugaan cerita walisongo (versi non-Jawa) sengaja tidak disebarkan oleh Belanda atau oleh siapa, agar orang Jawa, termasuk yang memeluk agama Islam, selamanya terus dan semakin tersesat dari kenyataan sebenamya. Dengan informasi baru itu menjadi jelas apa dan siapa sebenamya Walisongo itu (Simon, 2001). Tanpa mengesampingkan jasa besar wali songo dalam penyebaran Islam di Jawa, ada hal menarik yang bisa kita kritisi terhadap profil sembilan wali tersebut. (Lihat daftar nama walisongo sebelumnya). Sembilan wali yang dikirim ke jawa tersebut tidak ada satu orang pun yang memiliki latar belakang ahli ilmu agama (ulama), sehingga dimungkinkan pengajaran Islam pada saat itu sebatas pemahaman dan kapasitas ilmu mereka saja. Pengaruh Tashawuf (sufi) juga sangat kental mewarnai ajaran islam yang dibawa oleh 9 wali tersebut. Pembawa ajaran islam pada era walisongo generasi awal, sangat kental nuansa Tashawuf karena mereka (walisongo) sebagian besar berasal dari daerah kekuasaan dinasti Utsmaniah yang telah di”rong-rong” oleh ajaran Tashawuf (Abidin, 2007)
Masih menurut sumber yang sama, dakwah walisongo mulai bergeser pada era sunan Kalijogo sebagai wali generasi ke 4. Pencampuran dengan budaya jawa dilakukan sehingga menghasilkan keberhasilan kuantisasi penganut islam yang sangat besar. Cara dakwah ini disenangi dan didukung oleh penguasa (raja) saat itu. Namun, bagai dua mata pedang, disisi lain pencampuran itu menghasilkan pemahaman agama islam yang bergeser dan semakin jauh dari ajaran sebenarnya. Hal-hal yang sifatnya mistis dan syirik sebagai akibat akar budaya dari pemahaman animisme, hindu dan budha, melahirkan ritual peribadatan yang tidak pernah dicontohkan (Bid’ah) dalam Al-qur’an maupun Sunnah Rosul. Keadaan itu diperparah dengan gerakan zindik akibat tidak senangnya kelompok non-muslim dengan perkembangan ajaran Islam saat itu. Bukan sesuatu yang aneh jika saat ini kita lihat banyak praktek menyimpang dari ajaran Islam yang terus dijalankan, terutama oleh kaum muslim di Jawa.
b. Tinjauan Isu Perbedaan Mazhab.
Perbedaan mazhab yang dianut oleh individu, kelompok dan organisasi keagamaan menjadi isu yang cukup sering dituangkan dan kita temui sehari-hari dalam kehidupan kaum muslimin. Kejadian-kejadian “lucu” lebih tepatnya memprihatinkan, kerap dijadikan isu pembeda yang mengarah pada ekslusivitas kelompok, misalnya; Perbedaan shollat shubuh menggunakan doa qunut dan yang tidak, Sholat Tarwih 23 raka’at dengan yang 11 raka’at dan yang paling hangat adalah penentuan awal dan ahir puasa yang kerap kali berbeda.
Menurut pandangan penulis, kalau kita mau sedikit bijaksana, berbesar hati dan melepaskan sikap taqlid yang membabi buta, perbedaan yang ada tidak harus menjadi hal yang memecah belah kesatuan umat, bahkan bisa menjadi satu kekuatan pengayaan khasanah ilmu agama. Sikap Taqlid membabi-buta inilah yang menjadi salah satu penyebab kemunduran dan perpecahan umat Islam. Ibnu Khuldun rahimahullah (808 H), seorang sejarawan Islam menjelaskan:
“Para ulama’ menyeru umat Muslimin supaya kembali taqlid kepada imam-imam yang empat. Masing-masing mempunyai imamnya tersendiri yang menjadi tempat taqlidnya. Mereka sama sekali tidak berpindah-pindah taqlid karena yang demikian itu berarti mempermainkan agama. Tak ada yang tertinggal dari dinamisme pemikiran Islam selain usaha menukilkan ajaran-ajaran yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang mereka 'anut' , setiap muqallid (orang yang bertaqlid) hanya mempraktikkan ajaran hukum mazhabnya.
Seseorang yang mengakui dirinya melakukan ijtihad tidaklah diakui orang hasil ijtihadnya dan tak seorangpun yang akan bertaqlid kepadanya. Muslimin pada saat ini telah menjadi serombongan manusia yang hanya bertaqlid kepada imam yang empat tersebut. Inilah yang dikatakan orang sekarang sebagai masa kemunduran umat Islam atau pemikiran Islam atau tertutupnya pintu ijtihad” (Abdullah, tanpa tahun).
Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: “Mengapa bisa terjadi perbedaan dan pen-taqlid-an terhadap mazhab-mazhab tersebut?” Jawaban pertanyaan ini merupakan kunci untuk bisa menguraikan perbedaan dan taqlid nya umat pada satu mazhab saja, seperti yang terjadi saat ini.
Imam mazhab muncul dan berkembang pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Pemerintahan ini sangat memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu Islam. Pada masa itu muncullah 4 imam yang termasyur yaitu; Malik bis anas di Madinah, Abu Hanifah di Kuffah, Al-Syafii di Yaman dan mesir, serta Ahmad bin Hambal di Baghdad. Pendapat serta ajaran mereka diberi gelar Mazhab. Saat itu, ajaran Imam Abu Hanifah dijadikan mazhab resmi kerajaan Abbasiah. Para ulama mazhab ini diangkat menjadi gubernur dan mufti bagi daerah-daerah kekuasaan kerajaan. Hal ini menimbulkan perasaan kurang senang bagi pengikut mazhab lainnya. Mereka tidak patuh dan mengamalkan ajaran imam mazhab mereka masing-masing. Kondisi ini rupanya dicermati oleh pemerintah kerjaan. Ahirnya pemerintah melaksanakan acara perdebatan resmi antar mazhab. Kondisi tersebut mengakibatkan persaingan dan perselisihan antar mazhab yang memuncak. Jatuhnya kejayaan Dinasti Abbasiah menyebabkan tiap-tiap daerah memiliki kerjaan sendiri-sendiri. Masing-masing kerajaan menggunakan mazhab yang mereka yakini. Pemerintah kerajaan mengeluarkan aturan yang sangat keras tentang hal ini, para ulama yang tidak mengikuti mazhab resmi kerajaan akan diasingkan dan dibuang. Kondisi ini memperparah ketaqlidan terhadap satu mazhab tertentu (Abdullah, tanpa tahun).
Uraian singkat diatas, cukup memberikan gambaran mengapa bisa terjadi perbedaan mazhab serta taqlidnya umat hanya pada salah satu mazhab saja. Isu perbedaan mazhab ini juga berkembang dan tumbuh subur ditengah umat islam Indonesia.
Upaya Bangsa, Golongan atau Kelompok untuk Melemahkan Umat Islam.
Upaya bangsa, golongan dan kelompok yang tidak menginginkan umat Islam bersatu sangat gencar dilakukan. Sistematika strategi “penghancuran” menggunakan berbagai metoda terus dilakukan sejak dahulu kala. Umat Islam pasti tahu betul upaya yang dilakukan kaum yahudi sejak zaman para nabi, mereka selalu berupaya menggagalkan dakwah para nabi dan rosul dengan berbagai cara. Hal itu terus berlanjut hingga saat ini.
Kegagalan perang salib yang dimulai sejak tahun 1095 hingga 1291 untuk meruntuhkan kekuatan dan kekuasaan Islam serta upaya merebut kembali yarusalem, memicu munculnya perubahan strategi. Kekuatan senjata yang digunakan golongan kristen saat perang salib berubah menjadi perang menggunakan “kasih dan logika”. Henry Martin seorang misionaris mengatakan: “Perang salib telah gagal, karena itu untuk menaklukan dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika dan kasih”. Bukan menggunakan kekuatan senjata atau kekerasan”. Ungkapan senada juga di lontarkan oleh Raymond Lull seorang misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad SAW. Lull mengatakan “ Saya melihat banyak kesatria pergi ke tanah suci (yarusalem), dan berfikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada ahirnya mereka hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh”. Dari ungkapan itu kemudian Lull mengeluarkan resep yaitu; Islam tidak dapat ditaklukan dengan darah dan air mata, tetapi dengan “cinta kasih” dan “doa”.
Ungkapan Martyn dan Lull diatas ditulis oleh Samuel Zwemmer, misionaris Kristen terlkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to faith (1907). Buku tersebut berisi resep untuk “menaklukan” Islam, yang disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad SAW dari sudut pandang missi Kristen”(Husaini ,2003).
Penulis berpendapat bahwa ungkapan Henri Martyn tentang “logika, kata dan kasih”, perlu dicermati oleh kita (umat Islam), sebagai hal yang sangat serius dan harus dimaknai sebagai sebuah ungkapan yang mengindikasikan dijalankannya sebuah “grand strategy” penaklukan yang sistematis. Perang menggunakan strategi ini berjalan sangat halus bagai sebuah “sel kangker” yang menggerogoti sedikit demi sedikit hingga ahirnya memiliki efek hancur secara total. Begitu dahsyatnya kekuatan terror “logika, kata dan kasih” tersebut hingga mampu menghancurkan imperium besar Islam (Utsmani Turki) yang telah berkuasa hampir 700 tahun. Bukan hanya itu, terror tersebut berlangsung hingga saat ini dengan “kemasan” yang lebih rapih namun memiliki efek hancur yang jauh lebih dahsyat.
Islam tidak hanya “diserang” oleh kelompok yang mengatasnamakan misionaris Kristen. Ternyata kaum Yahudi juga mahfum dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Henry Martyn dan Raimond Lull. Bahkan program (strategi) yang disiapkan oleh Yahudi jauh lebih dahsyat. Program Yahudi tersebut dikenal sebagai Protokol Zionis.
Protokol Zionis ditemukan sekitar tahun 1780-an, merupakan sebuah naskah yang berisikan tentang agenda besar kaum yahudi untuk menguasai dunia. Naskah tentang sebuah hasil pemikiran mengerikan yang nyaris sempurna. Manual yang memuat dasar teori, sasaran, metode pencapaiannya, untuk mencapai “kekuasaan mendunia kaum Yahudi”. Dikemudian hari sekitar tahun 1905-an, Protokol yang terdiri atas 24 naskah itu diterbitkan di Rusia oleh Prof. Nilus, yang dikenal luas sebagai The Protocols of The Learned Elders of Zion (Maulani, dalam barokah, 2005). Isi dari protokol tersebut dapat dibaca dalam buku karya Z.A Maulani berjudul “ Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia”.
Opini Penulis
Dua latar yang telah dijelaskan diatas, dapat penulis jadikan pijakan umum untuk melakukan brake down kondisi umat islam saat ini. Mungkin masih ada beberapa aspek lain yang turut berperan, namun semakin jauhnya umat islam (Indonesia khususnya) dari pemahaman agama berdasarkan Al-quran dan Hadits merupakan dasar kuat lemahnya “pertahanan” kita. Fenomena ini sangat memperihatinkan. Hasil pengamatan penulis, saat ini golongan akar rumput sebagai basis umat terbesar seperti kehilangan “panduan” dalam beribadah dan mengambil sikap terhadap friksi yang terjadi. Sementara, kalangan kyai dan cendekiawan muslim sibuk berdebat untuk membenarkan pendapat masing-masing. Kondisi itu mirip dengan yang terjadi pada zaman Dinasti Abbasiah, dimana perdebatan antar ulama marak terjadi dan bahkan difasilitasi oleh pemerintah saat itu. Sepengetahuan penulis, perbedaan pendapat oleh para ulama itu adalah hal biasa dan diperbolehkan sepanjang perbedaan itu pada hal yang masuk dalam kategori ijtihad. Sebagaimana sabda Rosulalloh SAW berikut ini: “Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tetapi apabila ia berijtihad dan keliru, maka ia memperoleh satu pahala” (Syaikh Utsaimin, 2004).
Kutipan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan betapa luas Ilmu dalam Islam. Sangat dimungkinkan adanya perbedaan penafsiran dan pendapat akibat terbatasnya penguasaan ilmu yang dimiliki tiap-tiap ulama. Berikut ini pernyataan beliau: “Ilmu dalam syariat Islam sangatlah luas. Tidak ada para ulama, imam-imam mujtahid, tabiin, tabiut-tabiin dan para sahabat sekalipun yang menguasai seluruh Hadits Rosulalloh SAW. Padahal mereka adalah orang-orang paling berilmu, faqih, bertaqwa dan paling afdhal dalam Islam. Kita jumpai diantara mereka (para imam) setelah melakukan proses ijtihad terkadang memiliki pendapat atau fatwa yang berbeda dalam suatu permasalahan. Satu sisi sesuai dengan nash dan yang lain menyelisihinya” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2007).
Umat islam seharusnya lebih bijak dalam menelaah perbedaan yang ada. Para alim ulama, cendekiawan dan kyai seyogyanya memberikan pemahaman terhadap adanya perbedaan pada umatnya. Jangan malah terbuai dengan perdebatan untuk memperoleh pengakuan pembenaran dari pendapat masing-masing. Kedewasaan dan kelapangan hati untuk menerima kebenaran harus disadari oleh para ulama kita saat ini. Tauladan sangat mulia ditunjukan oleh sahabat Umar rodiallohuanhu, pernah suatu ketika beliau tidak mengetahui sunah tentang meminta izin, hingga suatu saat Abu Musa Al-Asy’ary mengabarkan sunah Rosul tentang hal itu dan menjadikan kaum anshor sebagai saksinya (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudriy, lihat Fathul Bari 11-43). Sahabat Umar dengan segala kebijakasanaan menerima kabar tersebut, padahal kapasitas ilmu agama beliau jauh lebih tinggi dari Abu Musa.
Perpecahan dalam umat Islam seperti yang terjadi saat ini merupakan tujuan dari para musuh-musuh Islam. Tidakah para pemimpin umat, alim ulama serta umat islam menyadari hal itu? Alloh berfirman dalam Al-Quran memperingatkan kita agar menghindari perpecahan yaitu:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imron 103).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (2004), memberikan panduan tentang standarisasi sikap ketika terjadi perselisihan diantara ulama maupun umat. Beliau mengatakan, “Tidak diragukan bahwa standar yang bisa dijadikan pedoman dalam menghadapi perselisihan adalah kembali pada petunjuk Alloh SWT dalam firmanya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’:59).
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali. (Asy-Syuro:10)
Uraian dan petunjuk diatas dengan tegas menuntun kita semua dalam menyikapi segala perselisihan yang terjadi. Tidak ada jalan lain untuk kembali mempersatukan umat, selain mengembalikan umat islam kepada Al-Quran dan Hadits atas dasar pemahaman para salafus shalih. Kembalinya umat pada Al-Quran dan Hadits merupakan hal yang sangat ditakukan oleh para musuh-musuh Islam, terutama kaum Zionis Yahudi. Sejarah membuktikan bahwa perpecahan umat islam dimulai ketika mereka mulai melupakan dan menjauh dari Al-Quran dan Hadits. Sejarah juga menggambarkan bagaimana masa kejayaan Islam terjadi ketika umat dan pemimpin serta para alim ulam saat itu begitu kuat mengamalkan dan perpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits.
Pada kesempatan ini, penulis berpesan pada diri penulis sendiri dan bagi para pembaca sekalian. Marilah kita mulai berfikir kritis dan belajar lebih dalam mengenai ajaran agama Islam. Sebuah pesan menarik yang disampaikan oleh ustad H. Natsir al-Habsi; “Setiap umat Islam diharapkan memperoleh keimanan yang seutuhnya. Keimanan yang seutuhnya hanya bisa diperoleh dengan ilmu agama. Ilmu agama hanya bisa diperoleh dengan belajar. Salah satu cara belajarnya adalah dengan mengkaji dan membaca Al-Quran dan kitab-kitab”
semoga para pembaca sekalian memiliki motivasi dan semangat dalam belajar khususnya ilmu agama. “Janganlah kita menjadi umat pembebek” (kutipan perkataan Ja’far umar thalib). Artinya disini adalah, kita harus kritis, jangan hanya ikut-ikutan. Saat ini begitu banyak kitab-kitab (tauhid, akhidah, akhlaq dll) karangan para ulama besar yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kajian-kajian alhamdulillah juga bertebaran diberbagai masjid. Tidak ada alasan bagi kita tidak mengenal serta memahami Islam secara bertahap hingga mencapai pemahaman yang kaffah dan benar.
Selain itu, kita semua harus sadar dan waspada terhadap adanya upaya-upaya menyesatkan dan memecah belah. Kesadaran dan kewaspadaan kita bukan untuk menyakiti dan menzolimi para musuh-musuh Islam dengan kekerasan membabibuta. Kesadaran itu diperlukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan umat berdasarkan pedoman Al-Quran dan Hadits. Wallohua’lam bishowab.
sumber:http://ari3fgmu.multiply.com/journal/item/1/KONDISI-UMAT-ISLAM-SAAT-INI-DAN-AKAR-PEMASALAHANNYA-SEBUAH-PANDANGAN-TERHADAP-PERPECAHAN-UMAT?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Kejayaan tersebut saat ini menjadi sebuah kenangan dan cerita sejarah yang membanggakan ditengah kondisi umat islam di Indonesia yang “terpuruk”. Hal ini bukan tanpa sebab, secara umum penulis melihat ada dua penyebab “terpuruk”nya umat islam di negeri ini. Pertama kelemahan internal, umat sudah jauh dari Al-quran dan Hadits. Kedua adalah peng-kondisian yang sengaja terus diupayakan oleh orang-orang, kelompok serta Negara yang sangat membenci Islam.
Kelemahan Internal, Umat Sudah Jauh dari Al-Quran dan Hadits
Bagian ini akan mengulas tentang latar belakang sebab mengapa umat Islam (khususnya di Indonesia) jauh dari Al-Quran dan Hadits. Tentunya ulasan yang diketengahkan adalah dari tinjauan sudut pandang penulis. Tinjauan tersebut terbagi yaitu, berdasar latar sejarah Islamisasi Jawa dan berdasar isu perbedaan mazhab.
a. Tinjauan Sejarah Islamisasi Jawa.
Sebelum Islam masuk dan dikenal di Indonesia (jawa), Masyarakat merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha yang cukup kuat. Dua agama ini adalah pengubah masyarakat yang dahulunya penganut Animisme. Islam mulai masuk di tanah jawa sekitar tahun 1028M, bukti ini diperkuat dengan ditemukannya makam Fatimah Binti Maimun di daerah gresik. Simon (2004), menjelaskan perkembangan Islam sangat pesat ketika era Wali Songo mulai masuk dan mensyiarkan Islam pada sekitar abad 14M. Rentang waktu ±368 tahun (angka tahun dimakam Fatimah binti Maimun dengan masuknya wali songo) agama Islam tidak berkembang. Kondisi ini diberitakan oleh para saudagar Gujarat pada Sultan Muhammad (Abdul Hamid 1), beliau adalah penguasa Turki sekitar abad 14M. Dibentuklah sebuah tim yang beranggotakan 9 orang untuk mesyiarkan islam dan juga memiliki misi membantu memulihkan kondisi Jawa yang hancur akibat perang paregreg. Dijelaskan oleh Wijisaksono, dalam Simon (2004), kesembilan orang tersebut adalah:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Sembilan orang ini dikenal dengan walisongo generasi 1 (versi non-Jawa). Yang tersebar luas selama ini adalah cerita walisongo versi jawa. Versi ini dipenuhi oleh cerita mistik yang tidak dapat dijadikan acuan sejarah ilmiah. Ada dugaan cerita walisongo (versi non-Jawa) sengaja tidak disebarkan oleh Belanda atau oleh siapa, agar orang Jawa, termasuk yang memeluk agama Islam, selamanya terus dan semakin tersesat dari kenyataan sebenamya. Dengan informasi baru itu menjadi jelas apa dan siapa sebenamya Walisongo itu (Simon, 2001). Tanpa mengesampingkan jasa besar wali songo dalam penyebaran Islam di Jawa, ada hal menarik yang bisa kita kritisi terhadap profil sembilan wali tersebut. (Lihat daftar nama walisongo sebelumnya). Sembilan wali yang dikirim ke jawa tersebut tidak ada satu orang pun yang memiliki latar belakang ahli ilmu agama (ulama), sehingga dimungkinkan pengajaran Islam pada saat itu sebatas pemahaman dan kapasitas ilmu mereka saja. Pengaruh Tashawuf (sufi) juga sangat kental mewarnai ajaran islam yang dibawa oleh 9 wali tersebut. Pembawa ajaran islam pada era walisongo generasi awal, sangat kental nuansa Tashawuf karena mereka (walisongo) sebagian besar berasal dari daerah kekuasaan dinasti Utsmaniah yang telah di”rong-rong” oleh ajaran Tashawuf (Abidin, 2007)
Masih menurut sumber yang sama, dakwah walisongo mulai bergeser pada era sunan Kalijogo sebagai wali generasi ke 4. Pencampuran dengan budaya jawa dilakukan sehingga menghasilkan keberhasilan kuantisasi penganut islam yang sangat besar. Cara dakwah ini disenangi dan didukung oleh penguasa (raja) saat itu. Namun, bagai dua mata pedang, disisi lain pencampuran itu menghasilkan pemahaman agama islam yang bergeser dan semakin jauh dari ajaran sebenarnya. Hal-hal yang sifatnya mistis dan syirik sebagai akibat akar budaya dari pemahaman animisme, hindu dan budha, melahirkan ritual peribadatan yang tidak pernah dicontohkan (Bid’ah) dalam Al-qur’an maupun Sunnah Rosul. Keadaan itu diperparah dengan gerakan zindik akibat tidak senangnya kelompok non-muslim dengan perkembangan ajaran Islam saat itu. Bukan sesuatu yang aneh jika saat ini kita lihat banyak praktek menyimpang dari ajaran Islam yang terus dijalankan, terutama oleh kaum muslim di Jawa.
b. Tinjauan Isu Perbedaan Mazhab.
Perbedaan mazhab yang dianut oleh individu, kelompok dan organisasi keagamaan menjadi isu yang cukup sering dituangkan dan kita temui sehari-hari dalam kehidupan kaum muslimin. Kejadian-kejadian “lucu” lebih tepatnya memprihatinkan, kerap dijadikan isu pembeda yang mengarah pada ekslusivitas kelompok, misalnya; Perbedaan shollat shubuh menggunakan doa qunut dan yang tidak, Sholat Tarwih 23 raka’at dengan yang 11 raka’at dan yang paling hangat adalah penentuan awal dan ahir puasa yang kerap kali berbeda.
Menurut pandangan penulis, kalau kita mau sedikit bijaksana, berbesar hati dan melepaskan sikap taqlid yang membabi buta, perbedaan yang ada tidak harus menjadi hal yang memecah belah kesatuan umat, bahkan bisa menjadi satu kekuatan pengayaan khasanah ilmu agama. Sikap Taqlid membabi-buta inilah yang menjadi salah satu penyebab kemunduran dan perpecahan umat Islam. Ibnu Khuldun rahimahullah (808 H), seorang sejarawan Islam menjelaskan:
“Para ulama’ menyeru umat Muslimin supaya kembali taqlid kepada imam-imam yang empat. Masing-masing mempunyai imamnya tersendiri yang menjadi tempat taqlidnya. Mereka sama sekali tidak berpindah-pindah taqlid karena yang demikian itu berarti mempermainkan agama. Tak ada yang tertinggal dari dinamisme pemikiran Islam selain usaha menukilkan ajaran-ajaran yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang mereka 'anut' , setiap muqallid (orang yang bertaqlid) hanya mempraktikkan ajaran hukum mazhabnya.
Seseorang yang mengakui dirinya melakukan ijtihad tidaklah diakui orang hasil ijtihadnya dan tak seorangpun yang akan bertaqlid kepadanya. Muslimin pada saat ini telah menjadi serombongan manusia yang hanya bertaqlid kepada imam yang empat tersebut. Inilah yang dikatakan orang sekarang sebagai masa kemunduran umat Islam atau pemikiran Islam atau tertutupnya pintu ijtihad” (Abdullah, tanpa tahun).
Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: “Mengapa bisa terjadi perbedaan dan pen-taqlid-an terhadap mazhab-mazhab tersebut?” Jawaban pertanyaan ini merupakan kunci untuk bisa menguraikan perbedaan dan taqlid nya umat pada satu mazhab saja, seperti yang terjadi saat ini.
Imam mazhab muncul dan berkembang pada pemerintahan Bani Abbasiyah. Pemerintahan ini sangat memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu Islam. Pada masa itu muncullah 4 imam yang termasyur yaitu; Malik bis anas di Madinah, Abu Hanifah di Kuffah, Al-Syafii di Yaman dan mesir, serta Ahmad bin Hambal di Baghdad. Pendapat serta ajaran mereka diberi gelar Mazhab. Saat itu, ajaran Imam Abu Hanifah dijadikan mazhab resmi kerajaan Abbasiah. Para ulama mazhab ini diangkat menjadi gubernur dan mufti bagi daerah-daerah kekuasaan kerajaan. Hal ini menimbulkan perasaan kurang senang bagi pengikut mazhab lainnya. Mereka tidak patuh dan mengamalkan ajaran imam mazhab mereka masing-masing. Kondisi ini rupanya dicermati oleh pemerintah kerjaan. Ahirnya pemerintah melaksanakan acara perdebatan resmi antar mazhab. Kondisi tersebut mengakibatkan persaingan dan perselisihan antar mazhab yang memuncak. Jatuhnya kejayaan Dinasti Abbasiah menyebabkan tiap-tiap daerah memiliki kerjaan sendiri-sendiri. Masing-masing kerajaan menggunakan mazhab yang mereka yakini. Pemerintah kerajaan mengeluarkan aturan yang sangat keras tentang hal ini, para ulama yang tidak mengikuti mazhab resmi kerajaan akan diasingkan dan dibuang. Kondisi ini memperparah ketaqlidan terhadap satu mazhab tertentu (Abdullah, tanpa tahun).
Uraian singkat diatas, cukup memberikan gambaran mengapa bisa terjadi perbedaan mazhab serta taqlidnya umat hanya pada salah satu mazhab saja. Isu perbedaan mazhab ini juga berkembang dan tumbuh subur ditengah umat islam Indonesia.
Upaya Bangsa, Golongan atau Kelompok untuk Melemahkan Umat Islam.
Upaya bangsa, golongan dan kelompok yang tidak menginginkan umat Islam bersatu sangat gencar dilakukan. Sistematika strategi “penghancuran” menggunakan berbagai metoda terus dilakukan sejak dahulu kala. Umat Islam pasti tahu betul upaya yang dilakukan kaum yahudi sejak zaman para nabi, mereka selalu berupaya menggagalkan dakwah para nabi dan rosul dengan berbagai cara. Hal itu terus berlanjut hingga saat ini.
Kegagalan perang salib yang dimulai sejak tahun 1095 hingga 1291 untuk meruntuhkan kekuatan dan kekuasaan Islam serta upaya merebut kembali yarusalem, memicu munculnya perubahan strategi. Kekuatan senjata yang digunakan golongan kristen saat perang salib berubah menjadi perang menggunakan “kasih dan logika”. Henry Martin seorang misionaris mengatakan: “Perang salib telah gagal, karena itu untuk menaklukan dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika dan kasih”. Bukan menggunakan kekuatan senjata atau kekerasan”. Ungkapan senada juga di lontarkan oleh Raymond Lull seorang misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad SAW. Lull mengatakan “ Saya melihat banyak kesatria pergi ke tanah suci (yarusalem), dan berfikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada ahirnya mereka hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh”. Dari ungkapan itu kemudian Lull mengeluarkan resep yaitu; Islam tidak dapat ditaklukan dengan darah dan air mata, tetapi dengan “cinta kasih” dan “doa”.
Ungkapan Martyn dan Lull diatas ditulis oleh Samuel Zwemmer, misionaris Kristen terlkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to faith (1907). Buku tersebut berisi resep untuk “menaklukan” Islam, yang disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad SAW dari sudut pandang missi Kristen”(Husaini ,2003).
Penulis berpendapat bahwa ungkapan Henri Martyn tentang “logika, kata dan kasih”, perlu dicermati oleh kita (umat Islam), sebagai hal yang sangat serius dan harus dimaknai sebagai sebuah ungkapan yang mengindikasikan dijalankannya sebuah “grand strategy” penaklukan yang sistematis. Perang menggunakan strategi ini berjalan sangat halus bagai sebuah “sel kangker” yang menggerogoti sedikit demi sedikit hingga ahirnya memiliki efek hancur secara total. Begitu dahsyatnya kekuatan terror “logika, kata dan kasih” tersebut hingga mampu menghancurkan imperium besar Islam (Utsmani Turki) yang telah berkuasa hampir 700 tahun. Bukan hanya itu, terror tersebut berlangsung hingga saat ini dengan “kemasan” yang lebih rapih namun memiliki efek hancur yang jauh lebih dahsyat.
Islam tidak hanya “diserang” oleh kelompok yang mengatasnamakan misionaris Kristen. Ternyata kaum Yahudi juga mahfum dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Henry Martyn dan Raimond Lull. Bahkan program (strategi) yang disiapkan oleh Yahudi jauh lebih dahsyat. Program Yahudi tersebut dikenal sebagai Protokol Zionis.
Protokol Zionis ditemukan sekitar tahun 1780-an, merupakan sebuah naskah yang berisikan tentang agenda besar kaum yahudi untuk menguasai dunia. Naskah tentang sebuah hasil pemikiran mengerikan yang nyaris sempurna. Manual yang memuat dasar teori, sasaran, metode pencapaiannya, untuk mencapai “kekuasaan mendunia kaum Yahudi”. Dikemudian hari sekitar tahun 1905-an, Protokol yang terdiri atas 24 naskah itu diterbitkan di Rusia oleh Prof. Nilus, yang dikenal luas sebagai The Protocols of The Learned Elders of Zion (Maulani, dalam barokah, 2005). Isi dari protokol tersebut dapat dibaca dalam buku karya Z.A Maulani berjudul “ Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia”.
Opini Penulis
Dua latar yang telah dijelaskan diatas, dapat penulis jadikan pijakan umum untuk melakukan brake down kondisi umat islam saat ini. Mungkin masih ada beberapa aspek lain yang turut berperan, namun semakin jauhnya umat islam (Indonesia khususnya) dari pemahaman agama berdasarkan Al-quran dan Hadits merupakan dasar kuat lemahnya “pertahanan” kita. Fenomena ini sangat memperihatinkan. Hasil pengamatan penulis, saat ini golongan akar rumput sebagai basis umat terbesar seperti kehilangan “panduan” dalam beribadah dan mengambil sikap terhadap friksi yang terjadi. Sementara, kalangan kyai dan cendekiawan muslim sibuk berdebat untuk membenarkan pendapat masing-masing. Kondisi itu mirip dengan yang terjadi pada zaman Dinasti Abbasiah, dimana perdebatan antar ulama marak terjadi dan bahkan difasilitasi oleh pemerintah saat itu. Sepengetahuan penulis, perbedaan pendapat oleh para ulama itu adalah hal biasa dan diperbolehkan sepanjang perbedaan itu pada hal yang masuk dalam kategori ijtihad. Sebagaimana sabda Rosulalloh SAW berikut ini: “Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tetapi apabila ia berijtihad dan keliru, maka ia memperoleh satu pahala” (Syaikh Utsaimin, 2004).
Kutipan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggambarkan betapa luas Ilmu dalam Islam. Sangat dimungkinkan adanya perbedaan penafsiran dan pendapat akibat terbatasnya penguasaan ilmu yang dimiliki tiap-tiap ulama. Berikut ini pernyataan beliau: “Ilmu dalam syariat Islam sangatlah luas. Tidak ada para ulama, imam-imam mujtahid, tabiin, tabiut-tabiin dan para sahabat sekalipun yang menguasai seluruh Hadits Rosulalloh SAW. Padahal mereka adalah orang-orang paling berilmu, faqih, bertaqwa dan paling afdhal dalam Islam. Kita jumpai diantara mereka (para imam) setelah melakukan proses ijtihad terkadang memiliki pendapat atau fatwa yang berbeda dalam suatu permasalahan. Satu sisi sesuai dengan nash dan yang lain menyelisihinya” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2007).
Umat islam seharusnya lebih bijak dalam menelaah perbedaan yang ada. Para alim ulama, cendekiawan dan kyai seyogyanya memberikan pemahaman terhadap adanya perbedaan pada umatnya. Jangan malah terbuai dengan perdebatan untuk memperoleh pengakuan pembenaran dari pendapat masing-masing. Kedewasaan dan kelapangan hati untuk menerima kebenaran harus disadari oleh para ulama kita saat ini. Tauladan sangat mulia ditunjukan oleh sahabat Umar rodiallohuanhu, pernah suatu ketika beliau tidak mengetahui sunah tentang meminta izin, hingga suatu saat Abu Musa Al-Asy’ary mengabarkan sunah Rosul tentang hal itu dan menjadikan kaum anshor sebagai saksinya (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudriy, lihat Fathul Bari 11-43). Sahabat Umar dengan segala kebijakasanaan menerima kabar tersebut, padahal kapasitas ilmu agama beliau jauh lebih tinggi dari Abu Musa.
Perpecahan dalam umat Islam seperti yang terjadi saat ini merupakan tujuan dari para musuh-musuh Islam. Tidakah para pemimpin umat, alim ulama serta umat islam menyadari hal itu? Alloh berfirman dalam Al-Quran memperingatkan kita agar menghindari perpecahan yaitu:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imron 103).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (2004), memberikan panduan tentang standarisasi sikap ketika terjadi perselisihan diantara ulama maupun umat. Beliau mengatakan, “Tidak diragukan bahwa standar yang bisa dijadikan pedoman dalam menghadapi perselisihan adalah kembali pada petunjuk Alloh SWT dalam firmanya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’:59).
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali. (Asy-Syuro:10)
Uraian dan petunjuk diatas dengan tegas menuntun kita semua dalam menyikapi segala perselisihan yang terjadi. Tidak ada jalan lain untuk kembali mempersatukan umat, selain mengembalikan umat islam kepada Al-Quran dan Hadits atas dasar pemahaman para salafus shalih. Kembalinya umat pada Al-Quran dan Hadits merupakan hal yang sangat ditakukan oleh para musuh-musuh Islam, terutama kaum Zionis Yahudi. Sejarah membuktikan bahwa perpecahan umat islam dimulai ketika mereka mulai melupakan dan menjauh dari Al-Quran dan Hadits. Sejarah juga menggambarkan bagaimana masa kejayaan Islam terjadi ketika umat dan pemimpin serta para alim ulam saat itu begitu kuat mengamalkan dan perpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits.
Pada kesempatan ini, penulis berpesan pada diri penulis sendiri dan bagi para pembaca sekalian. Marilah kita mulai berfikir kritis dan belajar lebih dalam mengenai ajaran agama Islam. Sebuah pesan menarik yang disampaikan oleh ustad H. Natsir al-Habsi; “Setiap umat Islam diharapkan memperoleh keimanan yang seutuhnya. Keimanan yang seutuhnya hanya bisa diperoleh dengan ilmu agama. Ilmu agama hanya bisa diperoleh dengan belajar. Salah satu cara belajarnya adalah dengan mengkaji dan membaca Al-Quran dan kitab-kitab”
semoga para pembaca sekalian memiliki motivasi dan semangat dalam belajar khususnya ilmu agama. “Janganlah kita menjadi umat pembebek” (kutipan perkataan Ja’far umar thalib). Artinya disini adalah, kita harus kritis, jangan hanya ikut-ikutan. Saat ini begitu banyak kitab-kitab (tauhid, akhidah, akhlaq dll) karangan para ulama besar yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kajian-kajian alhamdulillah juga bertebaran diberbagai masjid. Tidak ada alasan bagi kita tidak mengenal serta memahami Islam secara bertahap hingga mencapai pemahaman yang kaffah dan benar.
Selain itu, kita semua harus sadar dan waspada terhadap adanya upaya-upaya menyesatkan dan memecah belah. Kesadaran dan kewaspadaan kita bukan untuk menyakiti dan menzolimi para musuh-musuh Islam dengan kekerasan membabibuta. Kesadaran itu diperlukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan umat berdasarkan pedoman Al-Quran dan Hadits. Wallohua’lam bishowab.
sumber:http://ari3fgmu.multiply.com/journal/item/1/KONDISI-UMAT-ISLAM-SAAT-INI-DAN-AKAR-PEMASALAHANNYA-SEBUAH-PANDANGAN-TERHADAP-PERPECAHAN-UMAT?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
This is how my acquaintance Wesley Virgin's adventure starts with this SHOCKING and controversial video.
As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he discovered hidden, "MIND CONTROL" secrets that the government and others used to get anything they want.
These are the EXACT same methods lots of famous people (especially those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become wealthy and successful.
You probably know how you only use 10% of your brain.
That's really because most of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Maybe this conversation has even taken place INSIDE your own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about seven years back, while driving an unlicensed, trash bucket of a car without a driver's license and $3.20 in his pocket.
"I'm absolutely fed up with going through life payroll to payroll! When will I finally make it?"
You've been a part of those those types of conversations, am I right?
Your success story is going to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.
CLICK HERE To Find Out How To Become A MILLIONAIRE
Posting Komentar